Wanda yang juga Anggota Fraksi PAN DPRD
DKI Jakarta itu menyatakan dirinya mendukung pasangan Jokowi-Jusuf Kalla
sebagai capres-cawapres yang diusung poros PDI Perjuangan.
Alasannya ogah mendukung Prabowo,
lantaran Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu dinilai sebagai sosok
yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM),
terkait tragedi kerusuhan Mei 1998 yang memakan banyak korban, termasuk
sejumlah aktivis yang diculik dan belum diketahui keberadaannya hingga
saat ini.
“Kemarin, saya deklarasi di twitter
dukung Jokowi-Jusuf Kalla. Memang, tidak ada pemimpin yang sempurna,
tapi kita harus pilih yang terbaik,” kata Wanda dalam diskusi publik
bertajuk “Mengingat dan Mengupas Kasus Mei 1998” yang diselenggarakan
Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci) bekerjasama dengan Freedom Institute
di Cikini, Jakarta, Senin (19/5).
Dengan tegas Wanda mengatakan, semua
pihak atau aparat penegak hukum yang diduga terlibat dalam kasus
pelanggaran HAM 1998, baik itu dari kalangan TNI maupun Polri, haruslah
mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan pengadilan.
Dia kecewa, lantaran hingga saat ini pengusutan tregedi pelanggaran HAM tahun 98 belum juga tuntas.
Dia berharap, jika nantinya pasangan
Jokowi-JK menang dan memimpin pemerintahan lima tahun ke depan, dirinya
akan mendesak agar menuntaskan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM.
“Meski, saya dukung Jokowi-JK, nanti
saya akan tagih, komitmen Anda atas kasus Mei 98 ini seperti apa? Tetap
akan saya tagih nanti,” ujarnya.
Wanda mengaku hatinya terluka atas sikap
PAN yang mendukung pencapresan Prabowo. Dia katakan, dirinya masuk ke
gelanggan politik antara lain bertujuan untuk mendorong penuntasan
kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.
“Dan saat ini, ketika ketua umum saya
lakukan koalisi, ini menjadi luka yang harus saya telan dalam-dalam.
Saya terluka. Saya tetap tidak bisa menerimanya. Idealisme itu, dimana
pun mereka berada para aktivis 98, idealisme itu tetap akan mereka
bawa,” ucapnya.
Sementara, Koordinator Komisi untuk
Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, kembali
menyuarakan sikapnya menolak pencapresan Prabowo.
Dikatakan, Prabowo jika menjadi
presiden, maka tidak akan bisa diharapkan mau menuntaskan kasus-kasus
HAM masa lalu. Karena, ia merupakan bagian dari produk dan rejim Orde
Baru (Orba) yang diduga turut terlibat dalam kasus-kasus tersebut.
Terlebih, pada saat kasus Mei 1998 terjadi, Prabowo menjabat sebagai
Panglima Kostrad (Pangkostrad).
Senada dengan Wanda, Haris mendesak
siapa pun presiden mendatang harus punya komitmen menuntaskan
kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM masa lalu, termasuk kasus dugaan
pelanggaran HAM 1998. "Siapa yang terlibat harus diadili,” cetusnya. [sam/jpnn]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar