Rabu, 21 Mei 2014

Mantan Jaksa Agung Ingatkan Jokowi-Prabowo untuk Fokus pada Isu HAM

Isu penyelesaian Hak Asasi Manusia (HAM) dan hubungannya dengan pemilihan calon presiden harus ditanggapi secara serius. Kedua capres, Jokowi dan Prabowo, diharapkan tak hanya berfokus pada penyelesaian problematika demokrasi dan birokrasi saja, namun juga pada permasalahan HAM yang hingga saat ini masih banyak yang menggantung.
"Disadari betul dewasa ini masih ada pelanggaran HAM berat yang belum diselesaikan. Dua capres ini dengan caranya masing-masing mencoba memaparkan persoalan.
Jokowi mau menciptakan perubahan, Prabowo mau menciptakan sistem baru," ujar Direktur Eksekutif Human Rights Resource Center for ASEAN (HRRCA), Marzuki Darusman, usai pemaparan kuliah umum di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jaksel, Rabu (21/5/2014).
Lanjut Marzuki, elektabilitas Jokowi memang lebih tinggi, namun apabila dihitung di atas kertas hasilnya bisa saja berbeda. Jika salah satu pihak berbuat kesalahan, elektabilitas tersebut mungkin akan mengecil dan berbalik.
"Yang mewarnai kecemasan bagi orang kota, Jokowi dianggap one of us, sosoknya dan simbolisasinya. Karena itu perdebatan yang terbuka di antara 2 capres ini menurut saya tidak akan memberi proyeksi yang sebenarnya tentang kekuatan salah satu capres, kalau diukur dari kemampuan melakukan narasi," ungkap pria berusia 69 tahun ini.
Dia beranggapan, hal seperti itu tidak dapat dijadikan jawaban untuk membandingkan kedua tokoh ini. Bukan pada program, niat, tujuan, dan sebagainya, tetapi artikulasi simbolik dari apa yang ingin dilambangkan Jokowi.
"Di sisi lain, koalisi Prabowo menawarkan kepemimpinan yang kuat. Kalau kita ambil studi andaikan SBY boleh maju lagi, secara konstitusional dia akan menang. Itu menandakan bahwa tidak betul rakyat menginginkan pemimpin yang kuat. Anxiety (kecemasan) ini adalah soal masa depan HAM," jelasnya.
Saat ditanyakan capres mana yang kemungkinan akan membawa peluang penyelesaian permasalahan HAM lebih besar, Marzuki mengaku tak dapat menilai secara gamblang. Namun mantan jaksa agung ini memiliki beberapa pendapat mengenai kedua politikus tersebut dilihat dari pengalaman mereka bersinggungan dengan HAM.
"Kalau Jokowi mungkin karena keterlibatannya minim bisa-bisa dia bilang lakukan saja apa yang menurut kalian baik. Kalau Prabowo yang memiliki pertalian dengan masalah-masalah HAM lebih banyak, mungkin bisa punya konsesi negosiasi HAM yang lebih banyak. Ini sudah jadi persoalan politik," tutur mantan ketua Komnas HAM ini.
"Ini (isu HAM) perlu dikeluarkan supaya kita bisa memilih yang terbaik. Saya hanya bisa melakukan bahwa banyak hal yang bisa dikonklusi mengenai apa yang dilakukan masa lalu dengan sejarah. Kita harus bisa membedakan itu karena tidak sama. Kita tidak pernah tahu secara faktual apa yang terjadi di masa lalu, kecuali bisa diletakkan pembuktian secara hukum," tutupnya.   [detik]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar