Sabtu, 10 Mei 2014

Revolusi mental, Jokowi lebih pilih Samad ketimbang JK?

Bakal capres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Joko Widodo (Jokowi) sudah membuka nama kandidat cawapresnya ke publik. "JK sama Samad," ujar Jokowi.
Pernyataan penting itu disampaikan Jokowi di ruang tunggu Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (9/5/2014), sebelum bertolak ke Manado kemudian Makassar, kampung halaman JK dan Samad.
Soal pilihan JK atau Samad, sinyal ini sebelumnya memang sudah dilempar Jokowi lewat pernyataan bahwa bakal pendampingnya berasal dari luar Jawa.
Isyarat itu juga disampaikan Jokowi lewat kriteria bakal cawapres yang dikehendakinya.
"Kalau bisa ahli hukum yang tahu ekonomi," kata Jokowi.
Ahli hukum bisa merujuk ke sosok Samad, doktor hukum jebolan Universitas Hasanuddin Makassar, yang kini menjabat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelum menjadi Ketua KPK, di Makassar, Samad dikenal sebagai advokat dan aktivis anti korupsi yang galak di Makassar.
Sementara ahli ekonomi bisa merujuk pada sosok JK, mantan wakil presiden yang juga ahli di bidang ekonomi. Tidak bisa dipungkiri, kebijakan ekonomi masa pemerintahan SBY 2004-2009, juga tidak lepas dari peran JK.
Jika pilihannya tinggal dua, JK atau Samad, lalu siapa yang akan dipilih Jokowi?
Kalau opini Jokowi berjudul 'Revolusi Mental' di surat kabar nasional kemarin dianggap sebuah sinyal, barangkali Jokowi akan memilih Samad. Sebab, dalam tulisan itu, Jokowi lebih mementingkan paradigma, mindset, atau budaya politik dalam rangka pembangunan bangsa (nation building), ketimbang kemajuan di bidang ekonomi.
Jokowi menyebut Indonesia saat ini sudah mengalami kemajuan yang cukup berarti.
"Ekonomi semakin berkembang dan masyarakat banyak yang bertambah makmur. Bank Dunia bulan Mei ini mengatakan ekonomi Indonesia sudah masuk 10 besar dunia, jauh lebih awal dari perkiraan pemerintah SBY yang memprediksi baru terjadi tahun 2025," kata Jokowi.
Sebaliknya, menurut Jokowi, perombakan institusi yang salah satunya membawa kemajuan ekonomi pascareformasi, belum mampu merombak sifat manusia Indonesia.
"Nation building tidak mungkin maju kalau sekadar mengandalkan perombakan institusional tanpa melakukan perombakan manusianya atau sifat mereka yang menjalankan sistem ini. Sehebat apa pun kelembagaan yang kita ciptakan, selama ia ditangani oleh manusia dengan salah kaprah tidak akan membawa kesejahteraan," tulis Jokowi.
Sosok Samad yang masih baru dan tidak memiliki hubungan masa lalu sepertinya cocok dengan cita-cita Jokowi tersebut. Apalagi kegalakannya memberantas korupsi selama menjadi Ketua KPK, mungkin bisa menjadi modal untuk memulai revolusi. Ya, revolusi mental.  [ren/merdeka]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar