Keramaian politik beberapa hari ini cenderung terfokus pada dua poros, yakni PDI Perjuangan dan Partai Gerindra. Dua poros itu digadang-gadang menjadi kontestan terkuat yang akan bertarung di Pemilu Presiden 2014.
Dari PDI-P, mandat diberikan pada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadi bakal calon presiden. Sementara Gerindra mengusung Ketua Dewan Pembinanya, Prabowo Subianto.
Kedua tokoh itu memiliki elektabilitas tertinggi berdasarkan hasil berbagai survei. Perbedaannya hanya pada komitmen pembentukan kabinet.
Jokowi menginginkan kabinet yang jauh dari proses transaksional, sedangkan Prabowo mengidamkan koalisi besar untuk menyolidkan kinerja pemerintah dengan parlemen.
Pengamat politik dari Centre For Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi menilai, dalam prinsip berpolitik, Jokowi lebih unggul ketimbang Prabowo. Salah satu indikatornya adalah pilihan koalisi yang diterapkan Jokowi dengan aturan ketat.
Kristiadi menjelaskan, dalam negara yang menganut sistem presidensial, pemerintahan tak perlu dibentuk dengan koalisi gemuk. Pasalnya, roda pemerintahan menjadi otoritas penuh pemerintah berkuasa dan tak perlu ada pihak yang menyatakan diri sebagai oposisi.
"Paling benar itu Pak Jokowi. Otoritas pemerintahan ada di pemerintah, maka koalisinya enggak perlu besar-besar," kata Kristiadi, Rabu (7/5/2014).
Menurutnya, kesuksesan pemerintahan terletak pada soliditas kabinet, dan sebanyak-banyaknya mengeluarkan kebijakan yang prorakyat. Kesuksesan koalisi ramping telah dibuktikan oleh Jokowi saat memimpin DKI Jakarta.
"Di Jakarta sudah dibuktikan, dan berhasil. Soalnya Jokowi berani terbuka, punya program prorakyat, dan membuat DPRD enggak berkutik," ujarnya.
Mengenai Prabowo, lanjut Kristiadi, dirinya melihat ada hasrat ingin berkuasa yang sangat besar dalam diri mantan Komandan Jenderal Kopassus itu. Hal tersebut tercermin saat Prabowo sibuk menjalin komunikasi dengan sejumlah tokoh politik, salah satunya adalah bakal capres dari Partai Golkar Aburizal Bakrie.
Pada kesempatan sebelumnya, Kristiadi bahkan menilai Aburizal telah mulai mencairkan suasana karena menyiratkan kesiapannya menjadi bakal cawapres Prabowo. Walau di sisi lain duet Prabowo-Aburizal di pilpres ia anggap tak akan membawa hasil signifikan.
"Ini bisa jadi kartu mati. Kesamaan keduanya bukan soal visi, tapi soal kepentingan ingin berkuasa, alasan lainnya sudah enggak masuk akal," pungkasnya. [kompas]
Kata Upin-ipin, "Betul, Betul, Betul".
BalasHapus