Partai Hanura telah menunjukkan sinyal-sinyal bakal merapat ke PDI Perjuangan untuk berkoalisi dalam Pilpres 9 Juli mendatang. Namun, rencana koalisi tersebut diprediksi bakal menuai konflik kepentingan dan tak akan berjalan secara maksimal.
Pakar Komunikasi Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, Partai Hanura sebetulnya secara historis lebih tepat berkoalisi dengan Partai Gerindra dan Golkar. Sebab, Ketua Umum Partai Hanura Wiranto dulunya merupakan kader Partai Golkar.
"Kalau dilihat dari sejarah, Hanura lebih cocok ke Gerindra dan Golkar, karena Wiranto dulunya Golkar," ujar Hendri Satrio kepada merdeka.com, Jakarta, Rabu (7/5/2014).
Selain itu, dia juga menambahkan, konflik kepentingan akan muncul bila Hanura gabung dengan koalisi PDI Perjuangan dan NasDem. Seperti diketahui, salah satu tokoh di Partai Hanura yang juga menjabat sebagai Ketua Bappilu, Hary Tanoesoedibjo dulu pernah berkonflik dengan Surya Paloh . Saat itu, Hary Tanoe masih di NasDem.
"Memang apakah Hanura ke PDIP, belum tentu. Enggak ada jaminan juga koalisi akan harmonis bila Hanura gabung ke PDIP," jelas Hendri Satrio.
Lebih lanjut, kata Hendri, PDIP akan memiliki poin tambahan bila Hanura merapat dan berkoalisi. Akan tetapi, Partai NasDem sangat mungkin menarik dukungan dari PDIP karena bersinggungan dengan Hary Tanoe yang saat ini menjadi Ketua Bappilu Partai Hanura.
"Kalau NasDem menarik diri dari PDIP bisa repot juga, jadi tidak strong. Selama ini kan PDIP dan NasDem 18 persen tambah 7 persen jadi 25 persen, sehingga sudah bisa mencalonkan capres," tutupnya.
Diketahui sebelumnya, antara Partai Hanura dan PDIP terlihat sinyal-sinyal bakal berkoalisi. Teranyar, hari ini Megawati Soekarnoputri dan Wiranto duduk satu meja dalam sebuah acara di Jakarta. [ren/merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar