Kalangan elite PDI Perjuangan akhirnya berbicara juga tentang
lontaran kata-kata dari Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon, yang
sering disebutnya sebagai puisi.
Setelah sekian lama mendiamkan Fadli Zon mengirimi 'puisi-puisi'nya
yang selalu berusaha menyindir PDIP dan Jokowi, Wasekjen PDIP Hasto
Kristiyanto akhirnya berbicara menanggapi.
Menurut Hasto, 'puisi' yang disampaikan Fadli Zon memang didisain sebagai bentuk serangan terhadap Jokowi.
Kata Hasto, di dalam tradisi di Indonesia, puisi dipakai untuk
menyampaikan kritik sosial, atau sebagai pengungkapan jiwa kepahlawanan.
Dan bahkan menjadi genderang perang atas berbagai bentuk ketidakadilan.
"Namun di tangan Fadli Zon, telah menjadi alat perang orang per
orang. Saya jadi teringat pendapat teman saya seorang ahli psikologi
perilaku, bahwa perilaku seseorang akan dipengaruhi lingkaran sosial
terdekatnya," jelas Hasto.
Dia melanjutkan seseorang yang biasa berada di lingkaran yang
menggemari peperangan, akan cenderung menjadikan segala sesuatunya
sebagai alat perang. Sebaliknya, seseorang yang berada di lingkungan
yang menghormati keindahan alam, akan cenderung memiliki sikap welas
asih terhadap seluruh alam ciptaan.
"Jadi apa yang disampaikan Fadli Zon tersebut merupakan pemaksaan
kaidah sastra untuk keperluan perang. Akibatnya tidak hanya kekacauan
logika, namun pemutarbalikan fakta," ujar Hasto.
Salah satunya adalah 'puisi' Fadli yang berjudul 'Aku raisopopo',
yang menurut Hasto, seharusnya menjadi ungkapan kejujuran seorang
pemimpin. Yakni bahwa tanpa rakyat, pemimpin memang tidak bisa apa-apa.
"Demikian halnya dalam wayang. Wayang merupakan potret dan ritual kehidupan," kata dia.
"Di dalam pewayangan ada sengkuni yang sukanya mengadu domba orang.
Di dalamnya ada Duryudana, yang menyukai keangkaramurkaan, menghalalkan
berbagai macam cara untuk melanggengkan kekuasaan, termasuk penculikan."
PDI Perjuangan tetap berkeyakinan bahwa dalam strategi pemenangan
pemilu yang terbaik hanyalah bergerak satu arah memenangkan hati nurani
rakyat. Karena itulah, Hasto mengakui pihaknya lebih memilih membuat
puisi kehidupan, guna menggelorakan kembali semangat perjuangan rakyat
untuk melawan berbagai bentuk ketidakadilan.
"Manusia sejatinya adalah seseorang yang tidak punya apa-apa, tidak
bisa apa-apa, dan bukan siapa-siapa. Karena sejatinya manusia memang
wayang yang digerakkan Sang Dalang, Dalang Kehidupan, Semesta, yaitu
Tuhan Yang Maha Esa," jelas Hasto.
"Pak Jokowi lebih memilih berbagi mimpi, berbagi harapan dengan aksi
nyata. Bukan hanya di belakang meja. Hanya mereka yang punya mata hati
yang bisa melihat niat suci. Bekerja dengan hati. Menjadi teladan dan
bukan hanya menjual slogan."
Sumber :
beritasatu.com
lihat tu jakarta masih kleleran kok mau ditinggalin?
BalasHapus