Langkah PDI Perjuangan yang mencalonkan kadernya Joko Widodo alias Jokowi, telah membuat peta politik seketika berubah. Tidak hanya diprediksi akan mengubah kekuatan perolehan suara parpol, tetapi juga konstelasi parpol menuju Pilpres 2014.
Sejumlah nama yang digadang-gadang akan menjadi kandidat kuat di Pilpres 2014, diprediksi peluangnya menjadi tipis bahkan nyaris tertutup sama sekali. Sebut saja nama Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Upaya Prabowo untuk mendapatkan kendaraan politik akan menghadapi jalan yang terjal. Bagaimanapun juga ada kesamaan karakter antara mereka yang menghendaki Prabowo maju capres dan Jokowi maju capres, yaitu publik yang menghendaki adanya perubahan kepemimpinan. Sayangnya, Prabowo dalam sejumlah survei masih kalah populer dengan Jokowi.
Dalam posisi inilah maka gelembung suara yang diharapkan melimpah ke kantong Gerindra bisa jadi tidak akan sebesar yang mereka harapkan. Sebab pemilik suara yang menginginkan perubahan juga akan masuk ke kantung suara PDI Perjuangan.
Posisi yang paling sulit tentu akan dialami oleh Aburizal Bakrie. Pencapresan Ical berada di ujung tanduk.
Kader di daerah bahkan elit Partai Golkar tentu saja resah, sebab hingga kini sejumlah survei masih menunjukkan Ical belum bisa bersaing dengan Jokowi. Kalau Ical tetap dipaksakan maju elit Golkar khawatir mereka akan kembali mengalami kekalahan, seperti kekalahan di Pilpres 2009 lalu. Tak heran kalau Akbar Tandjung, Zainal Bintang, dan sejumlah elit Golkar sudah menyuarakan evaluasi pencapresan Ical.
Terlebih pencapresan Ical masih belum sepenuhnya aman. Ada ruang yang bisa langsung dijadikan instrument untuk mengevaluasi pencapresan Ical, yaitu Rapimnas pasca-Pileg 2014.
Sekalipun Rapimnas pasca-Pileg awalnya dimaksudkan untuk memutuskan cawapres pendamping Ical, namun sangat mungkin jika Rapimnas tersebut justru dijadikan pertemuan untuk mengevaluasi pencapresan Ical. Ini sangat mungkin dilakukan sebab Rapimnas merupakan instrument di Partai Golkar untuk mengambil keputusan tertinggi. Jadi sangat mungkin Akbar Tandjung, Jusuf Kalla, maupun elit Golkar lainnya akan mendorong evaluasi capres Golkar di forum ini.
Hal yang mungkin bisa menyelamatkan Ical adalah Partai Golkar bisa menjadi pemenang pertama Pemilu Legislatif 2014. Jika ini bisa, setidaknya akan ada alasan bagi Ical dan pendukungnya untuk mempertahankan pencapresannya. Namun itupun belum akan cukup jika elektabilitas Ical tetap tidak bisa bersaing dengan Jokowi.
Perubahan peta politik yang terjadi pasca resminya pencapresan Jokowi, semestinya bisa dijadikan momentum bagi parpol Islam untuk memunculkan figur yang ideal. Dalam arti, parpol Islam harus bisa memunculkan figur yang benar-benar diinginkan publik.
Selama ini, parpol di Indonesia, tidak terkecuali parpol Islam lebih mengedepankan pencapresan dari kader internal. Mereka belum optimal dalam memunculkan capres yang benar-benar diinginkan masyarakat.
Jokowi unggul telak dalam survei karena yang dipertarungkan dengan dia bukanlah figur yang diinginkan publik. Ibaratnya survei Jokowi itu mempersilahkan pembeli di pasar untuk memilih apel segar dengan apel yang sudah layu. Tentu saja hasilnya akan berbeda jika apel segar dipertarungkan dengan apel segar.
Jadi, perubahan peta ini harus benar-benar bisa dimaksimalkan oleh partai politik untuk memunculkan figur capres ideal yang diinginkan publik. Kalau dipaksakan melawan kehendak publik, ya siap-siap saja untuk mengalami kekalahan lagi.
Sumber :
republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar