Bergabung syukur, tidak pun tak apa. Begitu kira-kira prinsip Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam hal kerja sama politik atau koalisi menghadapi pemilu presiden mendatang. Meskipun PDIP berprinsip bahwa semakin banyak teman di pemerintahan semakin baik.
Sejumlah petinggi PDIP selalu mengatakan bahwa partainya terbuka soal koalisi. Mengapa demikian? Pecapemilihan legislatif pada 9 April 2012 lalu, bakal calon presiden 'banteng hitam' Joko Widodo alias Jokowi menegaskan bahwa kepemimpinannya ketika masih di Surakarta atau di DKI Jakarta tahan banting.
Saat Jokowi menjadi Wali Kota Surakarta, kursi PDIP di parlemen hanya 38 persen. Begitu juga ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta yang diusung sebanyak 17 persen kursi, lalu menyusut menjadi 11 persen pascaditinggal Partai Gerindra. Jokowi mengaku tidak khawatir berbagai programnya dijegal di perjalanan.
"Program itu asalkan buat kepentingan rakyat, enggak perlu takut," ujar Jokowi mengungkap kunci strategi pemerintahannya beberapa waktu lalu.
Program-program pro-rakyat, Jokowi menegaskan, merupakan kunci koalisinya. Meski belum menyatakan secara gamblang kepada publik, pembenahan di sektor pertanian, pendidikan dan energi merupakan beberapa fokus programnya jika terpilih menjadi presiden 2014-2019.
Nyatanya, kekhawatiran Jokowi soal dukungan koalisi tidak terjadi. Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Hanura merapat mendukung Jokowi. Koalisi itu di parlemen tidak sedikit. Nasdem memiliki 6,72 persen suara di legislatif atau 35 kursi DPR. PKB memiliki 9,04 persen suara legislatif atau 47 kursi DPR. Adapun Hanura memiliki 5,26 persen suara legislatif atau 16 kursi DPR.
Jika ketiga parpol itu ditambah suara PDIP sebesar 18,95 persen dengan 109 kursi DPR digabung, maka total suara dukungan mencapai 39,97 persen suara atau 207 kursi DPR. Belum lagi jika Partai Golkar dengan 14,75 persen suara atau 91 kursi DPR ikut bergabung.
Namun ada persoalan lain. Koalisi tanpa syarat atau tanpa bagi-bagi kursi, seperti yang diusung Jokowi, diperkirakan oleh beberapa pihak tidak mampu mengikat koalisi. Menanggapi hal itu, Joko pun mengaku, tidak mempersoalkannya.
"Misalnya enggak setuju (di tengah jalan), ya enggak apa-apa. Mau lepas (koalisi) juga enggak apa-apa," ucap Jokowi.
Sejak awal proses komunikasi koalisi, Jokowi mengaku telah menyodorkan poin-poin apa saja yang akan dilaksanakan pemerintahannya jika terpilih. Selain itu, ada 'reward and punishment' yang dikomunikasikan dengan partai koalisi sebagai pengikat komitmen satu sama lainnya.
"Ada hitam di atas putihnya. Kerja itu begitu, enggak serampangan dan terarah. Kalau perlu, kita buka apa-apa saja itu," lanjutnya.
Meski memegang kunci, yakni dukungan oleh rakyat melalui program, Jokowi tak berharap koalisi itu putus di tengah jalan. Dia berharap koalisi PDI-P, Nasdem, PKB dan Hanura atau partai lain yang akan ikut bergabung nantinya, akan terus mendukung program pemerintah jika dipercaya rakyat. [kompas]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar