"Rekomendasi itu benar adanya, sesuai surat itu. Saya tidak bisa bohongi rakyat, apalagi tuhan," tandas Agum dalam Primetime News Metro TV, Selasa petang (10/6).
Namun Agum mempertanyakan kenapa surat tersebut bisa beredar ke publik, karena surat tersebut bersifat rahasia yang merupakan rekomendasi kepada Pangab (Panglima ABRI/Panglima TNI) untuk mengambil tindakan.
"DKP tidak berwenang memecat, tapi menyelidiki dan memberikan rekomendasi kepada Pangab. Rekomendasi itu benar adanya, sesuai surat itu," tandasnya.
Berkaitan dengan aksi penculikan terhadap 13 aktivis prodemokrasi yang hingga saat ini belum diketahui nasib dan kondisinya itu, Prabowo mengakui bahwa itu atas perintah Presiden Soeharto.
"(Perintah dari siapa? Red.) Presiden, tapi kenapa saat di DKP tidak muncul itu (tidak mengakui atas perintah Presiden Soeharto, Red.). Yang beredar itu ada butir-butirnya, yang jelas-jelas tidak pantas dilakukan perwira tinggi. Salah satunya, penculikan," jelas Agum.
Sebelumnya, berdasarkan surat bernomor: KEP/03/VIII/1998/DKP yang beredar menyebutkan, bahwa Prabowo Subianto yang berpangkat Letnan Jenderal TNI atas jabatan Pati Mabes ABRI, setelah memeriksa saksi-saksi disimpulkan, secara sengaja melakukan kesalahan dalam analisa tugas ST Kasad Nomor : STR/41/1997.
Prabowo juga secara sengaja menjadikan perintah Kasad (Kepala Staf TNI AD) yang diketahuinya tanpa wewenangnya sebagai dasar untuk menerbitkan surat perintah nomor : Sprin/689/IX/1997 kepada Satgas Merpati untuk melaksanakan operasi khusus dalam rangka stabilitas nasional.
"Memerintahkan anggota Satgas Mawar, Satgas Merpati melalui Kolonel Inf. Chairawan (Dan Grup-4) dan Mayor Inf Bambang Kristiono untuk melakukan pengungkapan, penangkapan, dan penahanan aktivis kelompok radikal dan PRD yang diketahui bukan wewenangnya yang mengakibatkan Andi Arief, Aan Rusdianto, Mugiyanto, Nazer Patria, Haryanto Taslam, Rahardjo Waluyojati, Faisol Reza, Pius Lustrilanang. Dan Desmond J Mahesa menjadi korban," begitu isi surat yang ditetapkan Jumat, 21 Agustus 1998 yang beredar di media.
DKP juga menyatakan Prabowo tidak melaporkan operasi yang dilakukan kepada Pangab dan baru melaporkannya pada awal April 1998 setelah desakan Ka BIA. Tidak melibatkan staf organik dalam proses staf, pengendalian, dan pengawasan.
Kemudian, tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab komando dalam pengendalian tindakan-tindakan Satgas Merpati dan Satgas Mawar. Sering ke luar negeri tanpa izin dari Kasad ataupun Pangab.
Perbuatan tersebut melanggar sejumlah ketentuan sehingga DKP berpendapat perwira terperiksa Letnan Jenderal TNI Prabowo Subianto disarankan dijatuhi hukuman administrasi berupa diberhentikan dari dinas keprajuritannya.
Keputusan itu ditandatangani tujuh perwira tinggi TNI, yakni Jenderal TNI Subagyo Hadi Siswoyo, Letnan Jenderal TNI Djamari Chaniago, Letnan Jenderal TNI Fachrul Razi, Letnan Jenderal TNI S.B. Yudhoyono, Letnan Jenderal TNI Yusuf Kartanegara, Letnan Jenderal TNI Agum Gumelar, dan Letnan Jenderal TNI Arie J. Kumaat. [gatra]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar