Senin, 24 Maret 2014

Politisi PDIP Amini Doa Fahri, Jokowi Presiden PKS Oposisi

Gayung bersambut. Niat PKS ingin menjadi oposisi bila Jokowi menang dan menjadi presiden disambut baik politisi PDIP. Wasekjen PDIP Eriko Sotarduga mengatakan, selama ini PKS tidak menunjukkan sikap yang baik selama bergabung dengan koalisi dalam Sekretariat Gabungan (Setgab).
Menurut Eriko, PKS selama bergabung dengan Setgab pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) justru memposisikan diri seperti oposisi.
"Memang lebih baik jadi oposisi, karena jadi koalisi pun seperti oposisi. Mudah-mudahan terlaksana yang diinginkan teman-teman PKS (Jokowi jadi presiden, PKS jadi oposisi)," ujar Eriko dalam pesan singkat, Senin (24/3/2014).
Eriko pun enggan mengomentari lebih jauh sikap partainya terkait hal ini. Menurut dia, lebih baik bersaing secara sehat dalam niatan membangun bangsa ke depan.
"Marilah bersaing dengan baik, kan sama kalau nanti dikomentari yang terjadi selama beberapa waktu ini di mereka kan tidak baik juga, kan kita sama-sama ingin membangun bangsa dengan baik," tegas dia.
Sebelumnya, Wasekjen PKS Fahri Hamzah menegaskan, partainya akan menjadi oposisi jika Jokowi menang dalam Pilpres 2014 mendatang. Sebab, Jokowi dinilai tak mampu memimpin bangsa dan tidak punya konsep penyelamatan Indonesia yang jelas.
"Kami memiliki konsep dan basis penyelamatan Indonesia di masa transisi, sementara Jokowi tidak. Sehingga kami khawatir penyelamatan bangsa ini malah makin berlarut-larut kalau Jokowi jadi presiden. Kami sudah siapkan model kepemimpinan yang sanggup menjadi penyelamat bangsa. Kalau Jokowi jadi presiden, itu tidak akan terjadi dan kami lebih baik berada di luar kekuasaan dan menjadi oposisi," ujar Fahri saat dihubungi wartawan, Sabtu (23/3).
Fahri mengatakan, dirinya belajar banyak ketika membangun koalisi dengan pemerintahan SBY. Saat itu, kata dia, SBY juga punya popularitas tinggi seperti Jokowi namun tidak punya konsep pembangunan jelas.
"Pada dasarnya SBY ketika naik jadi presiden sama dengan Jokowi. Dianggap mampu padahal tidak ada bukti akan kemampuannya. Keduanya memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi karena kesantunan yang tidak bisa dijadikan alat ukur untuk menjadi pemimpin. Kesantunan tidak ada hubungannya dengan penyelesaian masalah," tambahnya.
Kendati begitu, dia menilai lebih baik SBY ketimbang Jokowi. Jika dilihat ke belakangan Jokowi tak mampu memimpin Jakarta dan Solo dengan baik.
"Jadi di Indonesia dan di Jakarta, kedua pemimpin tidak membuktikan bahwa mereka menyelesaikan masalah. Namun demikian masih jauh lebih baik SBY dibandingkan Jokowi," ujarnya.

Sumber :
merdeka.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar