Pemilihan Presiden kurang empat hari lagi. Tak heran bila tokoh-tokoh penting partai mulai turun tangan ke daerah-daerah. Kemarin, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri secara khusus mengingatkan potensi kecurangan coblosan presiden mendatang.
Mega juga berbicara panjang lebar mengenai Prabowo Subianto, capres pesaing Jokowi, yang jarak elektabilitasnya terus meningkat.
Belakangan ini memang banyak hasil survei yang membeberkan persaingan elektabilitas dua calon presiden tersebut. Namun menghadapi kecenderungan itu, Mega sama sekali tak gentar.
"Saya katakan survei itu bukan satu-satunya pegangan. Sekarang mana ada survei yang respondennya di atas 5 ribu orang. Saya ingin tahu. Kalau memang ada, saya akan mulai berfikir," ungkap Mega ketika berdiskusi bersama awak redaksi Jawa Pos.
Diskusi itu diikuti sejumlah tokoh dari PDIP, di antaranya Politikus Pramono Anung, Ketua DPD PDIP Jatim Sirmadji Tjondropragolo, hingga Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana. Adapun dari Jawa Pos, Wapimred Abdul Rokim, Nur Wahid, Kepala Liputan Arief Santosa, Direktur PT Jawa Pos Holding Nany Wijaya.
Mega yang kemarin berbaju kotak-kotak mengatakan selama ini selalu menekankan agar seluruh kader internal dan struktur partai untuk bekerja keras. Mereka harus bisa memenangkan calon yang diusungnya, yakni pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Menurut Mega, selama ini memang ada jarak persentase yang pendek antara kedua pasangan. Nah, jarak persentase itulah yang kemudian digenjot agar makin jauh.
"Setidaknya agar tidak dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ki yo ngopo MK memutuskan pilpres satu putaran," katanya.
"Setelah kita semua bekerja keras, lalu serahkan kepada Allah SWT," tambah mantan presiden itu.
Dia berkeyakinan capres dan cawapresnya pasti dipilih oleh rakyat. Sebab, saat ini di kubu Jokowi sudah lahir gerakan rakyat yang masif. Gerakan yang menginginkan Indonesia berubah menjadi maju.
Kemarin, Megawati juga menjawab polemik yang berkembang selama ini. Di antaranya tudingan Jokowi akan menjadi presiden boneka, bila terpilih. Mega menegaskan, apa yang akan dilakukan Jokowi ketika menjadi presiden juga amat bergantung Jokowi sendiri.
"Saya ini merasa mosok Bu Mega terus. Kehidupan saya sebagai manusia ini sudah cukup kok," ungkapnya.
Putri proklamator tersebut juga berbicara arah ke depan bila Jokowi dipercaya rakyat Indonesia sebagai presiden. Koalisi di parlemen kubu yang kalah bisa jadi akan banyak menggangu kinerja Jokowi. Namun dia yakin itu tak akan terjadi. Sebab, pihaknya akan mengutamakan kerja sama dengan semua pihak demi kemajuan Indonesia.
Menurut Mega, bila pemerintahan Jokowi kelak lantas memprogramkan swasembada pangan. "Masak partai-partai itu ya mau mbegegeg (bergeming) tak mau mendukung. Kan ya aneh," terangnya.
Dia menjelaskan bahwa semua pihak harus memahami bahwa Indonesia adalah negara kaya raya. Apapun yang ditanam di Indonesia bisa tumbuh. Mencari bahan tambang jenis apapun juga mudah didapatkan. Tetapi, mengapa semua kebutuhan masih impor. "Apa begitu yang diharapkan," katanya.
Mega kemarin juga mengomentari pelaksanaan pemilu presiden yang tinggal empat hari lagi. Dia memiliki banyak catatan mengenai pelaksanaan pesta demokrasi itu. Salah satunya, dia memprotes keras kecurangan-kecurangan yang terjadi, seperti pergerakan-pergerakan intelijen. "Pemilukada Bali itu menjadi catatan saya," jelasnya.
Bahkan bicara teknis pemilunya juga masih belum bagus. Kotak suara pernah hanya berupa kardus. Tentu, PDIP memprotes hal itu.
Kemarin, Mega juga menggelar silaturahmi bersama para pengusaha, akademisi hingga agamawan di Hotel Mercure. Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 45 menit itu, Mega kembali menekankan alasan mengapa harus memilih Jokowi.
"Pak Jokowi itu punya track record yang bagus. Dia wali kota yang sukses. Penghargaannya di mana-mana. Itu pengakuan," jelasnya. Menurut Megawati, bila Jokowi terpilih dia akan melakukan banyak hal untuk Indonesia.
Pramono Anung menambahkan ada survei yang dilakukan oelh 249 psikolog di seluruh Indonesia. Mereka datang dari kampus-kampus ternama. Kesimpulannya.
"Capres Nomor 2 itu akan memimpin lebih demokratis dan humble. Pola kepemimpinannya egaliter. Dia berpengalaman secara horizontal. Sedangkan capres nomor 1 itu hanya vertikal saja. Terbiasa dari atas ke bawah. Jadi akan cenderung otoriter," ujar alumnus ITB itu. [jpnn]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar