Berbagai media tengah menyoroti gagalnya 'Jokowi Effect' yang
mendongkrak perolehan suara PDIP. Kalau lembaga survei memprediksi suara
PDIP mencapai 30 persen lebih, faktanya sesuai hasil hitung cepat hanya
mendapat 19 persen.
Pakar pencitraan sekaligus penulis “Personal
Branding, Kunci Kesuksesan Berkiprah di Dunia Politik" Dewi Haroen
menganalisis alasan mengapa "Jokowi Effect" tidak terwujud.
Menurutnya, kehadiran Jokowi tadinya diprediksi akan mengambil suara
parpol Islam. Faktanya, parpol berbasis ideologi islam menggembirakan
dengan kenaikan perolehan suara signifikan. Kondisi ini membuat banyak
orang terkejut.
Dia melanjutkan, publik membandingkan dengan
"Prabowo Effect" yang secara kasat mata hasilnya terlihat jauh lebih
baik dibanding "Jokowi Effect". Buktinya, Gerindra yang di Pemilu 2009
meraih 4,46 persen melonjak di kisaran 12 persen.
Mengapa bisa
demikian? "Ada kenyataan yang luput dari mata pengamat, yaitu kejelian
dari Prabowo Subianto untuk memilih orang-orang komunikasi yang berada
di barisan belakangnya. Pemilihan orang-orang yang tepat untuk
memudahkan komunikasi antara media dengan dirinya juga merupakan kunci
penting dalam mendongkrak popularitas dan elektabilitasnya," kata dosen
psikologi Universitas Indonesia itu, Jumat (11/4).
Tim media dan
komunikasi Prabowo, kata Dewi, terlihat bekerja maksimal melalui
berbagai media, termasuk media sosial yang dulunya dikuasai tim Jokowi.
Dengan begitu, personal branding Prabowo sebagai pribadi yang bersikap
tegas, antikorupsi, serta punya konsep ekonominya yang jelas dapat
menarik massa mengambang saat hari pencoblosan.
Sumber :
republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar