Belum diputuskannya calon wakil presiden (cawapres) untuk mendampingi Joko Widodo (Jokowi) dinilai sebagai salah satu strategi PDI Perjuangan (PDIP) dalam menghadapi manuver lawan politik jelang pilpres nanti.
Meski beberapa elite PDIP sudah memunculkan nama untuk mendampingi Jokowi, namun belum dapat dipastikan. Bahkan, nama sudah mengerucut menjadi tiga, yakni Jusuf Kalla (JK), Mahfud MD, dan Ryamizard Ryacudu. Entah disengaja atau tidak, sempat beredar kabar Megawati Soekarnoputri telah memilih JK.
Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak menilai, partai berlambang banteng moncong putih itu sengaja mengulur waktu pengumuman cawapres pendamping Jokowi. Hal itu sebagai strategi mensiasati lawan politiknya di pilpres nanti.
"Pertarungan sebenarnya akan terjadi setelah PDIP mendeclare cawapresnya. Semua partai menunggu untuk atur strategi. Politik delay saya menyebutnya," kata Zaki, kepada INILAHCOM, Jakarta, Jumat (25/4/2014) malam.
Menurutnya, PDIP secara sengaja melempar wacana cawapres untuk berspekulasi atau membentuk opini publik. Sebab, PDIP tidak akan gegabah dalam memutuskan cawapres. Mengingat, proses penetapan suara hasil pileg 9 April 2014 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum selesai.
Pola strategi itu, kata Zaki, untuk menghindari serangan politik dari para pesaingnya di pilpres nanti. Partai pimpinan Megawati itu baru akan memutuskan cawapres dan partai koalisi setelah KPU menggelar pleno hasil pileg.
"PDIP sendiri berstrategi dengan mengulur-ulur waktu, dia ingin partai-partai terus menunggu. Saya duga nama cawapres Jokowi baru akan muncul pada last minutes, sehingga menutup ruang parpol lain bermanuver," tegas Zaki.
Diketahui, berdasarkan Undang-undang (UU) No.42/2008 tentang Pemilihan Presiden, pasangan capres dan cawapres diusung oleh parpol atau gabungan parpol yang memenuhi ketentuan suara sekurang-kurangnya 20% kursi di DPR RI. [mes/inilah]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar