Selasa, 08 Juli 2014

Di Menit-menit Akhir, Jokowi Berhasil Sarangkan 2 Gol ke Gawang Prabowo

Saiful Mujani Research dan Consulting menilai pasangan calon presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla mampu memanfaatkan momentum akhir massa kampanye dengan baik. Dua faktor yang paling mempengaruhi adalah penyelenggaraan Konser Revolusi Mental Salam Dua Jari di Gelora Bung Karno dan penampilan saat debat sesi terakhir.
“Dua peristiwa itu ikut mendongkrak elektabilitas Jokowi,” ujar Direktur Riset SMRC, Djayadi Hanan, ketika dihubungi, Selasa (8/7/2014).
Menurut Djayadi, dua momentum itu memberikan energi positif bagi Jokowi. Sementara, di akhir massa kampanye kemarin, pasangan calon presiden Prabowo Subinato-Hatta Rajasa nyaris tidak memperlihatkan manuver yang berarti.
“Ini menandakan dua hal: momentum peningkatan elektabilitas Prabowo sudah berhenti dan elektabilitas Jokowi sudah mulai rebound,” katanya. “Meski demikian, momentum itu masih akan dipengaruhi oleh peristiwa di sekitar tanggal 6-9 Juli," ucapnya.
Pada masa tenang kemarin, kata Djayadi, kedua kandidat terlihat masih sering dihantam kampanye negatif. Contoh di antaranya adalah isu larangan nyoblos bagi pemilih Jokowi di Hong Kong. Djayadi menilai insiden itu memicu kemarahan bagi calon pemilih yang masih ragu.
“Mereka jadi peduli untuk membuat keputusan,” katanya. Sementara, kasus kain ihram Jokowi dengan cepat dianggap sebagai kampanye hitam. “Masyarakat tahu isu itu digoreng oleh pendukung Prabowo,”ujarnya.
Survei yang diselenggarakan SMRC pada 30 Juni-3 Juli lalu menyatakan 44,9 persen responden cenderung memilih pasangan Prabowo-Hatta. Sementara 47,6 persen di antaranya mantap memilih Jokowi. Sisanya mengaku belum bisa mengambil keputusan, enggan menjawab atau merahasiakan jawaban.
Selisih dukungan antara dua kandidat itu kini hanya terpaut 2,7 persen. “Dengan margin of error 2,2 persen, masih sulit kiranya menentukan siapa yang akan menjadi pemenang,” ujarnya.
Dalam kondisi tersebut, Djayadi mengkhawatirkan potensi masalah terkait hasil perhitungan suara. Masing-masing pendukung bisa saling mengklaim kemenangan dengan mencari-cari kelemahan dari kubu lawan. Potensi sengketa muncul jika jarak perhitungan suara sangat kecil.
Masing-masing kandidat akan mempersoalkan masalah itu baik ke ranah hukum, bahkan memantik kericuhan. “Ini menjadi warning bagi pemerintah, Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu,” katanya.  [tempo]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar