Investor asing berharap agar hasil pemilu presiden Indonesia di hari
Rabu 9 Juli 2014 sesuai dengan harapan mereka. Meskipun survei kepada
kalangan investor menjagokan Jokowi-JK, namun pasar juga akan bersiap jika
Prabowo yang menang.
Penghitungan polling terakhir menunjukkan
bahwa persaingan antara kedua kandidat Joko "Jokowi" Widodo dan Prabowo
Subianto semakin ketat dan banyak pengamat mengatakan bahwa hasilnya
tidak dapat diduga hingga penghitungan suara dilakukan.
Namun,
Fauzi Ichsan dari Standard Chartered Indonesia, mengatakan bahwa pasar
modal dan investor asing masih menjagokan Jokowi-JK.
Dia berkata
bahwa indeks bursa saham Jakarta naik 1,5 persen setelah mendengar
berita dari pemilihan luar negeri bahwa Jokowi memimpin suara sebanyak
60 persen.
"Saat ini ya, tapi seperti saya katakan sebelumnya,
jika Prabowo menang, maka pasar akan terkejut dan akan menunggu sampai
Prabowo membentuk tim ekonominya," ujarnya.
"Selama tim ekonomi Prabowo didukung oleh para teknorat, pasar akan menaruh kepercayaan kembali kepada Indonesia," tambahnya.
Sebuah
survei atas 70 investor yang dilakukan oleh Deutsche Bank menunjukkan
bahwa lebih dari setengahnya akan menjual bisnisnya jika Prabowo menang.
Namun, Fauzi berkata bahwa kaum bisnis akan mendukung dua kandidat, meski tidak secara terbuka.
"Sangat tidak mungkin jika komunitas bisnis hanya memasang taruhan pada satu calon saja," ujarnya.
"Bahkan
jika mereka mendukung seorang kandidat secara terbuka, di belakang,
mereka juga akan berjaga-jaga dengan meyakinkan calon lainnya jika
mereka mendukung calon tersebut jika mereka menang," jelasnya.
Seorang
pedagang kaki lima dari Jakarta yang bernama Yanto berharap Jokowi
menang, namun dia juga berpikir bahwa bisnis akan diuntungkan jika
Prabowo menang.
"Jokowi disukai oleh lebih banyak orang. Dia adalah pemimpin yang baik ketika dia menjadi walikota Solo," ujarnya.
"Sedangkan
Prabowo, dia baru di kancah politik orang belum tahu dia benar. Untuk
masalah ekonomi? Saya kira Prabowo akan lebih baik - untuk ekonomi,
Prabowo lebih baik," tangkasnya.
Hasil survei terakhir yang
dilakukan Institut Survey Indonesia (ISI) kepada 2.400 orang menunjukkan
bahwa pendukung Jokowi dan Prabowo hanya terpaut 3,6 persen.
Prabowo
Subianto, mantan pemimpin militer dibawah pemerintahan Suharto yang
juga dituduh melakukan pelanggaran HAM, hampir menyaingi Joko Widodo di
beberapa hasil polling terakhir.
Pengamat politik Indonesia Achmad
Sukarsono berkata bawa sekarang tergantung bagaimana kuatnya tim sukses
dibalik pencalonan Prabowo.
"Setidaknya, mereka tahu apa yang
mereka coba lakukan dan mereka tahu pesan apa yang ingin mereka
sampaikan kepada calon pemilih," jelasnya.
"Dan mereka telah melakan hal ini, tidak hanya dua tiga bulan, mereka telah melakukan ini selama bertahun-tahun," tambahnya.
Survei
dari ISI juga menunjukkan bahwa jumlah pemilih yang belum menentukan
pilihannya telah berkurang, namun masih berkisar 8 persen dari jumlah
seluruh pemilih, atau lebih dari 14 juta orang.
Kubu Prabowo Uring-uringan
Dilain pihak, kubu Prabowo yang menyebut dirinya sebagai ekonom, Dradjad H Wibowo, mengingatkan para analis pasar modal untuk tetap netral di pemilu presiden dan tidak bermain api dengan bermain opini. Menurutnya, sudah selayaknya pelaku pasar modal tidak membodohi publik.
Pernyataan itu disampaikan Dradjad guna menanggapi pernyataan dari analis Danareksa Sekuritas, di salah satu portal berita yang menyebut indeks harga saham gabungan (IHSG) bisa tembus hingga 5300 jika Joko Widodo alias Jokowi menang pilpres. Dradjad menganggap pernyataan itu terlalu spekulatif. “Karena tidak ada basis ilmiah dan empiriknya,” katanya di Jakarta, Selasa (8/7/2014).
Menurutnya, analisa ekonom di Danareksa yang notabene pegawai BUMN itu terkesan sebagai propaganda tendensius karena mendukung salah satu calon presiden. Bahkan, kata Dradjad, sebenarnya analis yang mengeluarkan opini itu justru pernah menjadi semacam penasihat bagi Hatta Rajasa saat menjadi menteri koordinator perekonomian.
Karenanya Dradjad yang juga Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) mengingatkan Danareksa menegur karyawannya yang bermain politik. Terlebih, lonjakan harga saham yang dulu pernah diklaim terkait dengan deklarasi pencapresan Jokowi ternyata terbukti tidak sustainable.
“Hanya sebentar. Ini menguatkan dugaan bahwa lonjakan itu adalah hasil gorengan karena tidak didukung oleh fundamental,” kata Dradjad.
Mantan anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR itu justru menegaskan, terjadi lonjakan dana masuk setelah visi, misi dan program Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dinggah ke laman Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun, Tim Pemenangan Prabowo-Hatta tak mau mengklaim secara oolitik.
“Karena tidak mau berpropaganda tanpa tanggung jawab sosial kepada investor,” ucap Dradjad yang juga Direktur Kebijakan dan Program di Tim Pemenangan Prabowo-Hatta itu. “Para analis pasar sebaiknya tetap membuat opini yang bertanggung jawab secara sosial,” pungkasnya. [tempo,jpnn]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar