Bapak Jokowi,
Ini surat kedua yang saya tulis dari Belanda untuk Bapak. Saya harap Bapak tidak bosan membaca surat yang dikirimkan dari ‘negeri oranye’pada gempita Piala Dunia tahun ini.
Setahu saya, beberapa hari lalu, seorang warga Indonesia juga mengirim surat untuk Bapak dari Belanda.
Teriring hangatnya musim panas di sini, disertai dengan gegap warga Belanda menyambut kemenangan Arjen Robben dkk. melawan Mexico, untuk Bapak sekeluarga, saya ingin mengucapkan selamat menunaikan Ibadah Puasa di Bulan Suci Ramadhan ini.
Semoga Tuhan yang maha adil dan pemurah menyediakan berkah jasmani dan rohani untuk perjalanan pengabdian Bapak di medan politik dan kekuasaan.
Mudah-mudahan, segala ikhtiar spiritual Bapak di Bulan suci ini membawa keteguhan dan ketabahan dalam menjalani amanah politik dari warga dan bangsa kita.
Bapak Jokowi,
Kita memang berbeda dalam keyakinan tentang Tuhan yang kita imani di kedalaman jiwa, namun kita pasti bisa berjumpa dalam satu jalan dan garis harapan, tentang kebaikan, juga tentang kemaslahatan kehidupan.
Saya tidak bisa mengadili Bapak hanya karena perbedaan keyakinan yang sifatnya sangat pribadi untuk suatu hal yang melampaui urusan personal, yaitu kebaikan bersama, kebahagiaan untuk semua.
Saya kagum kepada Bapak karena jarang sekali bicara tentang kemenangan Pilpres selain satu ungkapan yang membesarkan hati: Pilpres adalah kegembiraan politik bagi rakyat.
Maka, benar juga, Pilres bukanlah perayaan kegembiraan politik manakala fitnah dan kampanye hitam menggenangi lalu lintas tutur kata para elite politik.
Bapak Jokowi,
Ada pertanyaan tentang – apakah Bapak mampu memimpin Indonesia pada moment krusial seperti sekarang ini?
Menurut saya, Bapak tidak perlu menjawab pertanyaan ini karena jawabannya bisa diberikan oleh banyak orang, banyak kalangan, banyak komunitas dan banyak generasi Indonesia yang melihat bahwa Bapak adalah titik penting untuk berangkat meraih masa depan keindonesiaan kita. Kemampuan politik seorang pemimpin juga bergantung pada rakyat.
Rakyat yang menyadari posisi politiknya dan menggunakannya untuk proses transformasi keindonesiaan adalah modal paling utama bagi seorang pemimpin untuk mengeluarkan kemampuannya memimpin bangsa besar ini.
Rakyat yang berada di belakang Bapak, yang bahu-membahu menggalang dukungan dengan suka cita, yang membentuk gelombang dukungan suka rela akan memampukan Bapak memimpin negeri kita.
Selain itu, tentu saja, persaksian politik Bapak yang hingga sejauh ini, tidak memiliki catatan kelam dan kelabu, yang tercetak pada masa lampau.
Maka benar, meskipun seorang calon pemimpin, di wajahnya tersirat kemampuan besar, tetapi kalau kaki dan tagan politiknya tersandera oleh banyak wajah persoalan dari kesilaman dan kekinian, dia hanya akan jadi seperti patung yang menghiasi hingar bingar kota.
Bapak Jokowi,
Pilpres adalah pertarungan yang keras, cerdik, brutal dan kasar. Saya tidak bisa menilai dan menduga misalnya sepedih dan seperih apa hati Bapak menghadapi pekatnya fitnah tentang keluarga bapak.
Saya hanya berharap, Pilpres tidak mengubah sama sekali penampilan politik dan kekuasaan Bapak. Tetaplah jadi seperti Jokowi.
Tetaplah tampil dengan suara Bapak yang khas, meskipun pelan dan tidak bertenaga, namun mengandung kekuatan transformatif yang dahsyat, karena terolah dari pengalaman hidup dan pengabdian politik yang panjang di tengah rakyat.
Tetaplah seperti Jokowi yang suka blusukan, menyapa rakyat, menyentuh keseharian hidup rakyat paling bawah, memperjuangkan nasib begitu banyak sama saudara kita yang saban hari di waktu lalu, hanya bisa meratapi nasib mereka karena anak-anak yang tidak bisa sekolah, atau yang hanya bisa menyembunyikan anak-anak, istri, suami atau anggota keluarga mereka di rumah karena ketiadan uang untuk berobat di kala sakit datang mendera. Pilpres tidak pernah boleh merubah sika hidup Bapak.
Saya berharap jika Tuhan berkehendak Bapak untuk memimpin Indonesia, menangkanlah program-program pembangunan yang berciri blusukan bukan berkarakter elitis, dengan bahasa keseharian rakyat, bukan bahasa penguasa.
Bapak Jokowi,
Saya menulis surat ini pada suatu senja ketika semilir angin menemani musim panas kami di sini. Saya menulis surat ini dari sebuah titik kecil yang kami namakan Balai Warga Indonesia yang berpenghunikan segelintir sama saudara kita, yang hanya bisa menyaksikan kiprah Bapak dari ruang berita.
Suara kami juga tidak seberapa banyaknya, tetapi kami mencintai Indonesia, yang kadarnya tidak pernah surut meskipun beragam musim datang dan pergi di sini.
Kami juga mencintai dan mengaggumi Bapak bahkan sebelum gemuruh Pilpres ini menyadarkan kita ternyata di luar sana masih ada banyak orang yang mengharapkan munculnya generasi baru kepemimpinan politik di Indonesia.
Mereka yang sekarang sedang membentuk barikade tangguh di sekitar Bapak menuju Pilpres seminggu lebih ke depan.
Bapak jokowi,
Empat hari sebelum Pilpres (9 Juli) di Indonesia, kami warga Indonesia Belanda, akan memberikan hak suara pada tanggal 5 Juli yang akan datang.
Semoga dukungan kami akan menjadi magnit kecil yang menggugah hati sama saudara yang lainnya untuk membentuk gelombang revolusi mental bagi kita semua menuju Indonesia yang makmur dan jaya.
Kami mengirimkan salam hangat untuk Bapak Jokowi sekeluarga bersama harum musim panas. Semoga hati dan jiwa Bapak tetap tenteram, bersuka cita dan diliputi kedamaian. Sekali lagi, Selamat menunaikan Ibadah Puasa untuk Bapak dan keluarga.
* Max Regus, Kolomnis media massa, mahasiswa doktoral, penghuni BALAI WARGA INDONESIA, Rijswijk, Belanda [suarapembaruan]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar