Menjelang Pemilihan Presiden (pilpres) 9 Juli 2014, Pusat Kajian
Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) merilis hasil survei
kedua.
Berdasarkan tingkat elektabilitas, pasangan Prabowo-Hatta cukup mendapat respons positif di 33 provinsi, yakni 44,64 persen.
Sedangkan duet Jokowi-Jusuf Kalla mendapat 42,79 persen. Pemilih yang
belum menentukan, tapi akan berpartisipasi dalam pilpres sekitar 12,39
persen.
"Prabowo-Hatta unggul sekitar 1,67 persen. Data ini menunjukkan, duet
Prabowo-Hatta memasuki fase tren positif (naik) sekitar 5,36 persen.
Sedangkan Jokowi-JK mulai stag dan cenderung masuk fase tren
negatif (turun) sekitar 1,75 persen," kata Direktur Pusat Kajian
Kebijakan & Pembangunan Strategis (Puskaptis) Husin Yazid, Minggu
(15/6).
Disebutkan, dari hari ke hari, tingkat elektabilitas Prabowo-Hatta terus meningkat. Sebaliknya, pasangan Jokowi-JK stagnan dan
bahkan cenderung menurun.
Dari hasil survei yang diadakan sejak 6-12 Juni, Prabowo unggul di
Jawa, Sumatera, Bali dan NTT. Sedangkan Jokowi-JK unggul di Sulawesi,
Kalimantan dan Papua-Maluku.
Prabowo unggul di tiga daerah, yakni Banten, Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Sedangkan Jokowi unggul di Jakarta, Jawa Barat dan Yogyakarta
"Kita mengerti, pemilih terbanyak itu di Jawa, di mana elektabilitas
Prabowo-Hatta terus mengalami kenaikkan alias tren positif yakni 5,65
persen. Sebaliknya, elektabilitas Jokowo-JK di Jawa menurun alias tren,
negatif sebesar 2,75 persen. Tim Prabowo mesti mewaspadai pemilih di
Jawa Barat yang terbanyak," ucap Husin.
Menyangkut alasan warga memilih Prabowo, berdasarkan hasil survei,
ditemukan segudang argumen. Publik menilai sosok Prabowo figur pemimpin
berkarakter tegas, berwibawa, berani, pekerja keras, berpengalaman,
figur militer masih menjadi harapan ke depan untuk membawa Indonesia
maju.
Sebaliknya, warga mendukung Jokowi karena kepribadian Jokowi-JK
merakyat, bijaksana, sederhana, rendah hati, punya prestasi, didukung
visi-misi yang dianggap jelas. Karena tidak suka dengan figur militer,
maka warga beralih ke Jokowi-JK.
"Tidak bisa dibantah, sentuhan pribadi capres/cawapres ikut mempengaruhi warga memilih," ujarnya.
Survei kali ini dilakukan berdasarkan data-data kuantitatif dan
kualitatif, yang bersumber dari survei pendapat masyarakat dengan
instrumen survei.
Populasi survei, yakni WNI di 33 Provinsi, 115 Kab/Kota yang punya
hak pilih pada 9 Juli 2014 yang diambil secara proporsional pada tingkat
provinsi.
Penentuan responden dilakukan secara random sistematis, dengan sampel 2.400 responden, dengan sampling error + 1,8 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Penarikan sampel dilakukan dengan Metode Multistage Random Sampling. Responden yang terpilih diwawancarai lewat tatap muka (face to face interview) oleh pewawancara yang telah dilatih.
Setiap pewawancara bertugas untuk satu kelurahan,yang hanya terdiri dari 10 responden. Quality control terhadap hasil survei dilakukan secara acak sebesar 20 persen, dari total sampel oleh supervisor melalui spotcheck dilapangan. [beritasatu]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar