Munculnya nama Setyardi Budiono yang menjadi pemimpin redaksi di Tabloid Obor Rakyat dinilai semakin menambah kejanggalan dalam kasus media yang diduga menjadi alat kampanye hitam ke calon presiden (capres) Joko Widodo (Jokowi) itu. Pengakuan Setyardi bahwa dirinya menggunakan uang pribadi untuk membiayai penerbitan Obor Rakyat dianggap muskil.
Adalah Hasto Kristiyanto, Juru Bicara Tim Sukses Joko Widodo-Jusuf Kalla yang menuding Setyardi telah berbohong terkait penerbitan Obor Rakyat. Hasto mengatakan, Obor Rakyat yang hanya berisi artikel fitnah ke Jokowi tak mungkin dibuat tanpa maksud menguntungkan pihak Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Hasto mengatakan, Setyardi yang sekarang menjadi asisten staf khusus kepresidenan jelas punya akses ke kubu calon presiden pesaing Jokowi. “Dia memiliki kontak dengan tim pasangan capres yang menjadi rival Jokowi. Cara-cara yang digunakannya penuh dengan fitnah dan tidak manusiawi,” kata Hasto di Jakarta, Minggu (15/6/2014).
Yang membuat Hasto kian meradang, Setyardi saat hadir dalam sebuah diskusi tentang kampanye hitam di Jakarta Pusat, kemarin (14/6/2014), justru tampil mengenakan kemeja kotak-kotak yang menjadi ciri khas Jokowi ketika Pilkada DKI Jakarta 2012 silam. Padahal, kata Hasto, dirinya mencatat bahwa Setyardi merupakan bagian dari anggota Tim Sukses Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli di Pilkada DKI.
“Sepertinya (Setyardi, red) tak memiliki hati nurani dan kemauan untuk mengakui kesalahannya. Jelas-jelas sudah bersalah, tetapi masih menggunakan kesempatan untuk menyerang Jokowi," kata Hasto.
Lebih lanjut Hasto mengaku mendapat informasi tentang upaya menghancurkan nama baik Jokowi. “Informasinya, total proyek menghancurkan nama Jokowi tersebut berbiaya sekurang-kurangnya Rp 20 miliar," ucap Wakil Sekjen PDI Perjuangan itu tanpa merinci sumber informasinya.
Dalam kesempatan itu Hasto juga menepis analisa pengamat komunikasi politik, Heri Budianto yang menyebut Obor Rakyat justru memberi keuntungan ke Jokowi. Sebab, kata Hasto, kubu capres yang dijagokannya tidak menggunakan cara-cara kotor untuk meraih dukungan suara.
Hasto pun menyarankan polisi untuk bertindak cekatan mengusut Obor Rakyat. Mengutup pernyataan Dewan Pers, Hasto menyebut Obor Rakyat bukanlah produk jurnalistik sehingga proses hukm harus ditegakkan karena tak mungkin lagi menggunakan hak jawab untuk menanggapi fitnah.
“Harus diingat bahwa akan ada lebih dari 560 pilkada. Jika Obor Rakyat menjadi model penghancuran nama baik calon yang populer di mata rakyat, maka virus tabloid itu akan beredar menjadi mata rantai kejahatan pers. Jadi solusinya tidak bisa lagi hak jawab. Solusinya tunggal, yakni hukum harus ditegakkan,” pungkas Hasto. [ara/jpnn]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar