Senin, 09 Juni 2014

Pilpres Kali Ini Tarung Antara Pemimpin dan Pengabdi

Pemilihan Presiden 2014 menjadi ajang pertarungan antara calon yang mempresentasikan sosok pemimpin dan sosok pekerja. Sosok pemimpin tampil tegas, pandai bicara, sedangkan pengabdi lebih terlihat kerja keras tanpa banyak bicara.
“Sekarang ini pertarungan dua arus besar itu, yakni massa yang mencari pemimpin dan yang mencari pengabdi kepada rakyat. Bagi sebagian masyarakat menginginkan pemimpin yang tegas, berwibawa, bahasa Indonesia dan bahasa Inggrisnya bagus. Tapi, bagai pencari pemimpin pengabdi, pinter bahasa Inggris itu tidak penting, yang diperlukan adalah sosok yang kerja keras mengurusi rakyat,” kata Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari, di MPR, Senin (9/6/2014).
Hanya saja, Hajri tidak mempertegas siapa yang dimaksud dengan sosok capress tipe pemimpin dan pengabdi. Namun, kalau diperhatikan secara kesuluruhan, arahnya adalah Prabowo sebagai sosok pemimpin, sedangkan Jokowi tipe pengabdi.
Menurut Hajri, sosok pengabdi mengedepankan kesahajaan, busana tidak bagus-bagus, alat transportasi juga yang biasa saja, tidak perlu pengawalan berlebihan. Bagi pemimpin tipe seperti ini, tidak penting banyak bertemu dengan pemimpin asing, karena di dalam negeri saja amburadul, dan banyak masalah.
“Kalau pengabdi merasakan lebih mementingkan rakyat, karena selama pembangunan berjalan sudah berpuluh tahun, rakyat banyak belum mendapat bagian deviden atau keuntungan dari demokrasi,” ungkapnya.
Ditegaskannya, dalam kondisi tertentu, bangsa ini sangat membutuhkan sosok pemimpin, misalnya saja melihat anggaran dalam APBN yang sangat tidak seimbang. Dalam APBN 60% untuk belanja rutin, hampir 20% untuk membayar utang, dan hanya 20% sisanya untuk pembangunan. Hanya oleh sosok seorang pemimpin perubahan komposisi anggaran APBN bisa diubah, karena mereka punya sikap berani ketika harus berhadapan dengan pihak-pihak yang teriak saat anggaran dikurnagi.
“Jumlah untuk ekspansi pembangunan masih kecil prosentasinya, maka dibutuhkan ketegasan sosk pemimpin yang mampu mengubah kompisisi APBN itu, misalnya 40% untuk belanja rutin, dan 40% untuk pembangunan, sehingga dengan anggaran sebesar ini pembangunan makin kencang,” kata Hajriyanto.
Kalau tipe pengabdi, maka akan melihat anggaran itu apa adanya. Dari waktu ke waktu komposisinya seperti itu, lebih baik mengoptimalkan porsi anggaran yang ada. Mereka akan melakukan penghematan dan mengoptimalkan kerja.
Bagi pengusung sosok tipe pengabdi itu, mereka juga tetap akan mempertahankan pilihannya meski dalam debat calon presiden yang digelar KPU, ternyata kurang mampu membawakan pemikiran secara optimal.
“Bagi pendukung tipe pengabdi itu, kalau misalnya debat capres kalah, mereka menganggap itu tidak penting. Pinter bicara belum tentu bisa kerja. Wong dari dulu, banyak yang pinter bicara, buktinya mereka tidak bisa kerja,” ujar Hajri.  [winoto/Pos Kota]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar