Kamis, 27 Maret 2014

Jokowi Maju Capres, Buka Peluang Pemilukada 2015

Majunya Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden (capres) dinilai pengamat politik akan membuka peluang digelarnya kembali Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) 2015.
Sebab, pasangan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) merupakan satu kesatuan dalam membangun kota yang mereka pimpin menjadi Jakarta Baru. Bila terpisah, maka kekuatan mereka akan terpecah, sehingga tidak memiliki legitimasi untuk membangun Jakarta.
Direktur Eksekutif Cyrus Network Hasan Nasbi Batupahat mengatakan, bila Jokowi meninggalkan Jakarta untuk maju menjadi capres, maka misi membangun Jakarta Baru dalam kondisi terancam. Bahkan ditengarai Indonesia Hebat yang tengah digaungkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengusungnya tidak akan menjadi kenyataan.
“Jakarta Baru itu merupakan kekuatan dari Jokowi dan Basuki. Sehingga inisialnya JB itu sesuai dengan kedua nama mereka. Kalau mereka terpisah, maka Ahok yang ditinggalkan tidak bisa bekerja, karena enggak punya legitimasi yang cukup. Begitu juga dengan Jokowi, meski punya kemampuan tetapi yang punya legitimasi siapa?” kata Hasan dalam Diskusi Media dengan tema "Mungkinkah Pemilukada 2015?" Di kawasan Jalan Sabang, Jakarta Pusat, Kamis (27/3).
Mengapa demikian, terangnya, karena Jokowi mempunyai kemampuan mendekati rakyat, sementara Ahok memiliki kemampuan untuk mendekati para pemimpin satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Selama ini, yang bekerja membenahi birokasi Pemprov DKI adalah Ahok.
“Kalau sudah terpecah seperti ini, bisa bahaya. Karena konsep membangun Jakarta Baru harus terus menjadi agenda, maka lebih baik Jakarta Baru dilaksanakan di bawah pemimpin yang baru. Jangan salah satunya. Silakan dorong Ahok dampingi Jokowi menjadi cawapres atau mendampingi Prabowo,” ujarnya.
Dengan ditinggalkan keduanya, Hasan menyarankan agar dilakukan Pemilukada 2015. Langkah ini dinilai lebih efektif agar Jakarta tidak lagi ditinggalkan kepala daerah di tengah jalan. Karena pemilu presiden baru akan dilaksanakan pada tahun 2019. Sementara, gubernur dan wakil gubernur hasil pemilukada 2015 bekerja hanya sampai tahun 2017.
“Daripada gambling, mending mulai Pemilukada 2015, sehingga Jakarta Baru dipimpin oleh pemimpin yang baru. Mungkin ini adalah win-win solution. Tetapi memang kalau kedua tokoh ini dipisah maka Jakarta terancam kolaps,” tegasnya.
Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Sahid Sahaluddin juga mendukung dilaksanakan Pemilukada 2015. Alasannya, belum tentu pengganti Ahok sebagai wakil gubernur memiliki kemampuan yang sama dengan Jokowi atau Ahok.
“Kalau Jokowi jadi presiden, maka otomatis Ahok menjadi Gubernur. Lalu pertanyaannya, apakah calon pengganti wakil gubernur DKI tersebut memenuhi syarat yang telah dipenuhi oleh Jokowi atau Ahok?. Makanya lebih baik mereka berdua maju dalam bursa pemilu presiden dan wakil presiden. Lalu kita pilih pemimpin baru untuk Jakarta Baru yang tidak meninggalkan kita lagi,” tegas Sahid.

Sumber :
beritasatu.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar