Kamis, 27 Maret 2014

Eyang Wimo Sang Pejuang: Jokowi Bukan Cuma untuk Jakarta

Langit kekuningan kala petang itu menyinari Jakarta bagian pusat. Eyang Wimo masih terduduk di teras rumah yang letaknya di Jl Percetakan Negara, Jakarta Pusat setelah berbagi kisah perjuangan kepada para cucunya.
Datang kemudian dua orang pengurus DPD Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) ke rumah itu. Sekedar saling tanya kabar sesama pejuang yang merintis dan mempertahankan kemerdekaan RI.
“Apa kabar, Pak Wimo? Sehat-sehat saja, kan? Keluarga sehat?” tanya Ngadimin yang merupakan Sekretaris DPD LVRI DKI Jakarta, Kamis (20/3/2014) petang itu.
“Ya, ya, sehat-sehat saja semuanya,” jawab Eyang Wimo.
“Soal pengajuan renovasi rumah Bapak, kami masih belum mendapat informasinya. Semoga secepatnya pemerintah memberikan anggaran,” kata Ngadimin.
“Ya, tidak apa-apa. Sudah lama keadaan saya begini, sudah biasa. Ngomong-ngomong sebentar lagi mau Pemilu. Saya berharap kepada Jokowi. Saya rasa Jokowi akan lebih memperhatikan veteran seperti kita ini,” ujar Eyang Wimo membuka percakapan baru.
Raut heran nampak di wajah kedua pengurus LVRI itu. Agaknya mereka heran bagaimana bisa seorang yang baru menjabat belum genap 2 tahun sebagai Gubernur DKI Jakarta bisa diharapkan untuk memimpin Republik Indonesia.
Jangan heran mengapa saya berharap ke Jokowi. Dia punya kemiripan sifat dengan Bung Karno. Sama-sama peduli dengan rakyat kecil, mau mendatangi langsung rakyatnya,” tandas Eyang Wimo memotong keheranan kedua rekan perjuangannya itu.
“Juga kalau masih banyak orang menganggap pekerjaan Jokowi di Jakarta itu belum tuntas, bagi saya itu adalah pikiran sempit. Jokowi bukan hanya untuk Jakarta saja, tapi Jokowi untuk Republik Indonesia. Coba lihat sistem yang sudah dibuat Jokowi, siapapun yang meneruskan pasti bisa melanjutkan pembangunan Jakarta,” papar Eyang Wimo.
Mengangguk-angguk meski nampak belum yakin, kedua rekan Eyang Wimo itu seperti merasa ada yang mengganjal. Namun Eyang Wimo tetap kukuh pada pilihannya.
“Menurut saya untuk kali ini memilih Presiden ketujuh, dalam Basa Jawa yang tujuh itu artinya ‘pitu’, yang juga dimaknai sebagai ‘pitulungan’ (pertolongan). Dari sikap Jokowi itu sepertinya dia bisa memberi pertolongan kepada rakyat kecil,” ucap Eyang Wimo lagi.
Sementara tokoh capres lain menurut Eyang Wimo yang mengikuti perkembangan zaman sejak merintis kemerdekaan itu masih memiliki kekurangan. Rekam jejak masa lalu menjadi salah satu pertimbangan Eyang Wimo untuk memilih.
“Yang jelas revolusi belum selesai. Secara konstitusional memang kita sudah merdeka, tapi secara kesejahteraan kita masih belum,” tutur Eyang Wimo menutup pembicaraan di petang itu.

 Sumber :
detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar