Lurah Warakas, Jakarta Utara, Mulyadi tegas menolak kebijakan Gubernur
DKI Jakarta Joko Widodo soal lelang jabatan lurah dan camat. Langkah
Mulyadi ini ternyata mengundang banyak reaksi.
Warga Warakas
menunjukkan bentuk dukungan dengan mengumpulkan tanda tangan di atas
kain putih. Warga memberikan tanda tangan di atas kain putih sepanjang
10x50 cm. Spanduk berisi dukungan tersebut terpampang di kantor
kelurahan Warakas.
Sebagian tulisannya warga mengkomentari
polemik yang terus berkembang seperti, 'Jangan macam-macam dengan
Warakas', 'Kebijaksanaan yang tidak bijaksana', 'Dukung Pak Mulyadi',
'Lurah bukan barang rongsokan yang bisa dijual bebas', 'Saya dukung Pak
Mulyadi Lurah Warakas', hingga bertuliskan 'Mulyadi Lurah wong cilik'.
Teli
(43), warga yang memprakarsai gerakan itu mengatakan, dukungan itu
muncul tanpa ada paksaan dan intimidasi dari pihak manapun. Teli
menambahkan salah satu pengalaman yang membekas terhadap Lurah Mulyadi
ketika dirinya meminta tanda tangan untuk melengkapi berkas.
"Sekarang
mana ada lurah yang lagi sakit mau melayani warganya, kayanya cuma Pak
Lurah Warakas saja yang mau," ujar perempuan yang juga menjabat sebagai
Ketua RT 03/09 Warakas.
Perlawanan ini karena Mulyadi menganggap
lelang jabatan mencederai Surat Keputusan (SK) pelantikan lurah dan
camat yang dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta berdasarkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri (Permendagri). Dia pun siap pasang badan jika
Jokowi memecatnya.
"Itu harus divisionerkan dulu, yang namanya
lelang jabatan itu buat inventaris barang kantor, buat fisik. Ini
maksudnya enggak jelas lelang seperti apa?" tegas pria asal Solo itu
kepada wartawan, Jakarta, Senin (29/4/2013).
Jokowi menanggapi santai
hal ini dengan mempersilakan Mulyadi mengajukan gugatan. Dia justru
menilai Lurah Warakas itu takut berkompetisi. "Kalau ada lurah seperti
itu pertama dia sudah takut bersaing, tidak siap berkompetisi, artinya
lagi dia sudah enggak siap kerja," ujar Jokowi.
"Itu melanggar apa, melanggar SK lah, melanggar apa lah, itu ga perlu. Mau gugat ya gugat, kita ga takut, silakan," tegasnya.
Meski
Mulyadi melawan, Jokowi enggan memanggil bawahannya itu. Ia juga belum
memutuskan apakan akan mencopot lurah kelahiran Solo itu atau tidak.
"Ya
itu kewenangan saya (mencopot). Kalau memang siap kerja melayani, kalau
dia siap untuk bekerja ya dilakukan apapun ya berani-berani saja,"
ujarnya.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
bahkan mengancam akan mengganti Lurah Warakas Jakarta Utara, Mulyadi.
Ahok menjelaskan akan mengganti lurah dan camat jika tak sesuai visi
misi mereka dalam membangun Jakarta Baru.
"Sekarang saja kalau
mau kita bisa ganti dia kok. Urusannya apa itu, enggak ada urusan itu,"
ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Rabu (1/5/2013).
Terkait gugatan
Mulyadi yang akan disampaikan ke Mahkamah Konstitusi, Ahok menanggapi
dengan santai. "Ya enggak apa-apa, dasar gugatnya apa, ya kan. Kan kalau
mau copot lurah camat kan hak-haknya kita saja kalau mau ganti,"
katanya.
Ketua Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK) se-DKI Jakarta,
Mochamad Yusuf mengingatkan Jokowi agar mendengar kritikan dari anak
buahnya. Apalagi jabatan lurah dan camat merupakan ujung tombak di
elemen masyarakat.
"Pak Jokowi harus lebih mendengar aspirasi
dari warganya langsung. Karena mengusung keterbukaan sekarang ini, warga
melihat lelang jabatan camat dan lurah menjadi lebih baik," imbuh
Yusuf.
Sumber :
merdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar