Rabu, 15 Oktober 2014

Jika Jokowi Telat Naikkan Harga BBM, Pasar Bisa Bereaksi Negatif

Pemerintahan baru diharapkan segera menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi demi meningkatkan kepercayaan investor.
Manajer Penjualan Reksa Dana Schroder Investment, Liza Lavina, Rabu 15 Oktober 2014, menyatakan jika harga BBM tak naik tahun in,i atau Joko Widodo selaku presiden terpilih untuk pemerintahan lima tahun mendatang terlambat menaikan harga BBM, invesdtor pasar modal diprediksi akan merespons negatif.
"Pasar mengkhawatirkan Jokowi tidak jadi menaikkan (harga BBM). Seperti SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dulu tak jadi naikkan, ujung-ujungnya telat, dan bursa turun 26 persen," ujar Liza di Jakarta.
Menurut dia,  pasar sangat berharap, setelah Joko Widodo dilantik menjadi Presiden RI periode 2014-2019, harga BBM bersubsidi akan dinaikkan sebesar Rp3.000 per liter.
Alasannya, ruang fiskal  APBN yang didapat dari langkah pengurangan subsidi tersebut bisa mencapai Rp150 triliun dan dapat dialokasikan untuk keberlanjutan program pembangunan infrastruktur.
"Diharapkan Jokowi (sapaan Joko Widodo), setelah dua minggu dilantik akan menaikkan harga BBM. Naiknya Rp3.000, maka dapat Rp150 triliun. Perencanaan dia ke infrastruktur harus berjalan," kata Liza.
Liza menegaskan, pemerintah baru harus menaikkan harga BBM tahun ini. Sebab, laju inflasi masih rendah. Selain itu, dengan mengurangi subsisi bahan bakar dapat memperbaiki postur neraca perdagangan  selama lima tahun ke depan.
"Untuk jangka pendeknya, pemerintah harus melakukan transformasi," tambahnya.
Pemerintahan baru, ia melanjutkan, harus benar-benar fokus memperbaiki dan meningkatkan pembangunan infrastruktur. Sebab, persaingan ekonomi di masa mendatang akan kian ketat.
"Secara tidak langsung pasar melihat, infrastruktur masuk ke dalam ekspektasi pasar yang dapat memengaruhi indeks pasar Indonesia," kata dia.  [vivanews]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar