Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jaleswari
Pramodawardhani, menyatakan dirinya merasa kaget dengan hasil riset
Lembaga Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) soal takaran
kepribadian capres Prabowo Subianto, yang dibandingkan dengan para
capres-cawapres lainnya.
Sebab meski mengakui selama ini sering
mendengar kepribadian Prabowo yang temperamental, namun kajian UI yang
dibuat dengan pendekatan khusus, termasuk wawancara dengan 204 psikolog,
mengungkapkan berbagai fakta baru.
Misalnya, bagaimana Prabowo
cenderung mengambil keputusan atas pertimbangan diri sendiri dan
cenderung otoriter.
Lalu Prabowo tidak dapat bekerja di bawah tekanan,
dan dampaknya dapat mengambil tindakan yang kurang tepat. Bahkan
disebutkan Prabowo memiliki kepercayaan diri yang berlebihan.
"Dalam
situasi seperti demikian itu, berdampingan dengan Hatta Radjasa sebagai
sosok oportunis, tentu akan menciptakan kesulitan tersendiri karena
benturan karakter pasangan tersebut," kata Jaleswari di Jakarta, Jumat
(4/7/2014).
Sementara hasil riset itu terhadap sosok Jokowi, menegaskan sosoknya sebagai pekerja keras, sederhana, dan jujur.
Karakter
kepemimpinan Jokowi demokratis, beride cemerlang untuk menyelesaikan
masalah bangsa, dan mampu mengambil kebijakan konkrit seperi kenaikan
gaji PNS, TNI dan POLRI setidak-tidaknya 20 persen per tahun, dan
remunerasi PNS.
Jokowi juga memiliki motivasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan Prabowo.
"Yang
justru mengherankan, takaran kepribadian Jokowi ternyata merupakan
sosok yang tegas dalam mengambil keputusan, serta lebih hangat
berhubungan dengan orang lain," kata Jaleswari.
"Di sisi lain,
karakter JK bisa saling melengkapi. Sebab hasil riset itu menunjukkan,
selain sama-sama memiliki motivasi tinggi, JK merupakan sosok yang
bekerja dengan efisien, dan tidak buang-buang waktu untuk mengambil
kebijakan konkrit."
Menurutnya, takaran kepribadian tersebut
sangatlah penting untuk diketahui rakyat. "Sebab sukses tidaknya seorang
pemimpin pada akhirnya ditentukan dari karakter kepribadiannya, bukan
dari polesan pidato atau retorika politik yang dimainkan."
Dari
kajian tersebut, juga diungkapkan gaya kepemimpinan para kandidat
capres-cawapres. Jokowi dipandang memiliki gaya kepemimpinan demokratis
dengan kadar 87 persen dan kadar otoriter 13 persen. Sebaliknya Prabowo
dipandang sebagai pemimpin yang otoriter dengan kadar 76 persen dan
demokratis 24 persen.
Jika dikaitkan dengan karakter yang mau mendengarkan orang lain, Jokowi lebih unggul yaitu 64 persen dan Prabowo 18 persen.
Bagi
Jaleswari, hal itu membuktikan kebiasaan Jokowi blusukan inheren dengan
karakter yang dimilikinya, yaitu kemampuan mendengarkan orang lain,
yaitu rakyat.
"Nampak jelas mengapa rakyat begitu antusias dan
percaya terhadap Jokowi. Indonesia memerlukan pemimpin yang dapat
bekerja bersama-sama rakyat,” demikian Jaleswari. [tribun]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar