Kiprah Joko Widodo alias Jokowi saat masih memimpin Solo ternyata tak luput dari perhatian Amerika Serikat. Dalam salah satu kawat diplomatik dari Kedutaan Besar AS di Jakarta, Jokowi dipuji sebagai sosok yang mampu mengubah Solo dari wilayah yang dikenal sebagai tempat orang-orang radikal menjadi kota yang ramah bagi turis.
Sebagaimana bocoran dari Wikileaks, Duta Besar AS di Jakarta, Cameron R Hume pada 3 November 2008 mengirim kawat diplomatik berjudul “SOLO -- FROM RADICAL HUB TO TOURIST HAVEN”. Dalam kawat terklasifikasi rahasia itu, AS menggambarkan Solo sebelum tahun 2005 sebagai kota yang terperosok secara ekonomi dan menjadi pusat kaum radikal Islam.
Pada tahun 1960-an, Solo dikenal sebagai wilayah tempat orang-orang kiri. Setelah peristiwa 1965, Solo berubah menjadi kota pusat pertumpahan darah oleh kelompok antikomunis. Dari kawat diplomatik AS itu juga disebut bahwa Solo kemudian menjadi kota tempat kaum radikal Islam
Namun ketika Jokowi naik menjadi Wali Kota Solo pada 2005, terjadi perubahan. Kedubes AS menulis dalam kawat diplomatiknya melaporkan bahwa wali kota baru berlatar pengusaha telah bekerja untuk menekan militan Islam sembari mempromosikan warisan budaya Solo dan potensi investasi.
Tertera pula bahwa ketika Jokowi naik sebagai wali kota pada 2005, Front Pembela Islam (FPI) sedang gencar-gencarnya mengancam untuk melakukan sweeping terhadap warga negara asing dari Solo. Hingga hotel-hotel pun terpaksa ditutup.
Kedubes AS mencatat wali kota sebelum Jokowi tak bisa berbuat banyak karena tak memiliki kompetensi untuk mengontorl warganya. Akhirnya Solo pun menjadi semakin tak kondusif.
Hingga ketika Jokowi menjadi wali kota, Solo pada 25-28 Oktober 2008 menjadi tuan rumah Euro-Asia World Heritage Cities Organization (OWHC). Jokowi melakukan lobi selama kurang lebih dua tahun untuk meyakinkan OWHC agar mau menggelar even internasional itu di Solo.
Jokowi dengan warga kota juga ambil peran ikut dalam parade. Petugas dari Departemen Politik Kedubes AS pun ikut hadir di acara itu.
Kesuksesan acara itu ternyata menjadi catatan sendiri bagi AS. Tertulis dalam kawat diplomatik bahwa untuk ukuran kota dengan reputasi sebagai pusat ekstrimis, situasi Solo tetap tenang dan even terselenggara tanpa hambatan.
Untuk menggambarkan betapa amannya Solo setelah dipimpin Jokowi, petugas dari Departemen Politik Kedubes AS menulis pembicaraan santainya dengan sang wali kota yang juga dihadiri Menteri Luar Negeri RI, Hassan Wirajuda. Pembicaraan santai itu dilakukan di sebuah pusat jajan terbuka di pusat Solo yang tengah ramai.
Lokasi jajanan terbuka itu merupakan terobosan Jokowi dalam memperbarui wajah Solo. Disebutkan bahwa Hassan Wirajuda terlihat santai dengan mengenakan celana blue jeans tanpa terlihat adanya pengawalan khusus.
Jokowi ternyata juga mendekati para pemimpin kelompok radikal. Solo kebetulan tak jauh dari Pondek Pesantren Ngruki pimpinan Ustaz Abu Bakar Ba’asyir di Sukoharjo.
Pendekatan Jokowi kepada para pimpinan kelompok radikal sampai pada sebuah pakta bahwa mereka akan berhenti meneror warga dan menakut-nakuti wisatawan sehingga solo bisa direvitalisasi. “Ini hanya soal bagaimana mendekati mereka dan membangun kepercayaan,” kata Jokowi sebagaimana tertera dalam laporan Kedubes AS ke sejumlah perwakilan AS di Asia Pacific.
Dalam sebuah kawat diplomatik AS lainnya juga tertulis tentang kejengahan Jokowi karena Solo dianggap sebagai pusat ekstrimis karena sosok Ustaz Abu Bakar Ba'asyir. "Saya tak ingon Solo didefinisikan oleh Ba'asyir," tegasnya. "Hanya dua atau tiga persen dari populasi yang bisa didefinisikan sebagai garis keras, sisanya moderat," kata Jokowi seperti dikutip petugas politik Kedubes AS. [ara/jpnn]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar