PDIP sudah harus aktif menjalin komunikasi dengan banyak tokoh bangsa untuk mencari masukan paling ideal bagi pendamping Jokowi. Namun demikian, pilihan paling tepat untuk koalisi dalam pilpres nanti adalah dengan Partai Golkar.
Dua figur yang kini bersaing menjadi cawapres adalah Akbar Tandjung dan Jusuf Kalla, keduanya mantan ketua umum Golkar. Di atas itu semua, Akbar lebih menjanjikan, karena punya basis kuat, pengalaman, dan akan menambah bobot pasangan.
Demikian kesimpulan diskusi bertema "Efek Jokowi dan Prabowo Terhadap Partai Partai dan Masyarakat" yang diselenggarakan oleh Forum Intelektual Bebas di Jakarta, Senin (7/4/2014). Hadir sebagai pembicara, , Dr. Handi Riza (Univ.Paramadina), Dr. Herdi Sahrasad (Univ Paramadina), Dr. Ali Munhanif (UIN Jakarta), Mohamad Nabil (Dir. Riset Freedom Foundation), Ridha Imawan MIP (Peneliti Sugeng Sarjadi Syndicate).
Herdi Sahrasad membandingkan dua figur di Golkar yakni Kalla dan Akbar, yang menurutnya Akbar lebih berpeluang mengingat hubungan dengan Megawati dan PDIP lebih dekat, dan rekam jejak Akbar yang sarat pengalaman. Sebaliknya Kalla yag pernah jadi cawapres SBY, dinilai akan menjadi the real president apabila dipilih.
"PDIP akan blunder jika memilih Kalla," kata Herdi.
Bagi Ridho Imawan, pilihan PDIP untuk koalisi memang tdak banyak, partai yang pas. Untuk memperkuat parlemen adalah Golkar dan figur yang mumpuni tinggal Kalla dan Akbar.
"Faktor personal Mega dengan Kalla atau Akbar, itulah yang bakal lebih menentukan pilihan," ujr Ridho.
Sementara itu, Ali Munhanif menilai, efek Jokowi belum maksimal atau belum sedahsyat efek SBY pada 2004, karena itu baik Jokowi maupun Megawati dan PDIP meski cermat dalam menentukan siapa yang paling kuat dan menambah elektabilitas pasangan yang diusung dalam pilpres.
"Bagi saya, figur Akbar dengan kelebihan pada pengalaman, sikap, atribut Islam dan HMI, serta basis dukungan yang masih kuat, lebih layak dipilih," katanya.
Mohammad Nabil dari Freedom Foundation juga mengingatkan agar PDIP jangan terlalu percaya diri dan kemudian menutup komunikasi.
"Jangan blunder seperti tahun 1999, yang akhirnya capres PDIP Ibu Mega kalah, meski partainya menang pemilu." katanya.
Nabil menambahkan, capres Prabowo juga tidak tinggal diam dan jika mendapat cawapres yang hebat, maka akan menjadi lawan tanggung pasangan Jokowi.
"Politik itu dinamis, jadi baik Prabowo maupun Jokowi mesti mencermati semua figur yang layak jadi pendampingnya," katanya.
Sumber :
tribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar