Jumat, 16 Januari 2015

Uji Nyali Jokowi

Hasil rapat paripurna DPR RI menetapkan, Dewan "Koruptor" BG menjadi Kapolri. Calon tunggal yang diajukan Presiden Jokowi itu dinilai layak memimpin institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia, meski berstatus tersangka.
Bola panas menggelinding semakin liar. Polemik pun bakal muncul. Presiden dan DPR kompak merestui BG. Di sisi lain, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menegaskan, BG tetap akan ditahan bila proses pemberkasan selesai.
Lembaga anti-rasuah ini menyatakan tak bisa diintervensi. Dalam sejarah KPK, tidak pernah SP3 (Surat Penghentian Penyidikan) dikeluarkan.
Penahanan BG bukan tidak mungkin menimbulkan kegaduhan. Belajar pada kasus Irjen Joko Susilo yang terjerat perkara korupsi proyek Simulator SIM, pergolakan terjadi saat mantan Kepala Korps Lalulintas Polri itu ditahan. Pasukan Polri menyerbu Gedung KPK memprotes penahanan petinggi mereka.
Polemik lebih besar kemungkinan muncul bila BG tetap dilantik menjadi Kapolri. Pertama, protes dari internal kepolisian yang tak iklhas petinggi mereka ditahan. Kedua, integritas lembaga kepolisian dipertaruhkan. Sejarah mencatat, baru kali ini kita memiliki calon Kapolri bersatus tersangka.
Azaz praduga tak bersalah memang harus dijunjung tinggi sebelum ada putusan hukum tetap. Tetapi bila
seorang pejabat publik tersandung masalah hukum, maka ia tak memperoleh legitimasi dari masyarakat. Implikasinya, kepercayaan masyarakat, institusi lain, bahkan dunia internasional terhadap Polri akan merosot.
Polri susah payah membangun kepercayaan publik. Dalam Grand Strategi Polri 2005-2015, trust building atau membangun kepercayaan, adalah tahap pertama yang menjadi prioritas. Ketika kepercayaan publik mulai terbangun, Polri dihantam kasus dugaan korupsi yang melibatkan sejumlah petinggi.
Bila Presiden memaksakan tetap melantik BG, maka bukan hanya wibawa kepolisian yang akan merosot. Kewibawaan pemerintahan Jokowi-JK dipertaruhkan. Kuncinya kini ada di tangan Presiden Jokowi. Di sinilah keberanian dan sikap kenegarawanan Jokowi diuji. Bila  memang BG adalah titipan dari lingkaran kuat, mampukan kepala negara melepaskan diri. Kalau Presiden tetap melantik, masyarakatlah yang menilai kualitas pemerintahan Jokowi-JK.  [pos Kota]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar