Hasil rapat paripurna DPR RI menetapkan, Dewan "Koruptor" BG menjadi
Kapolri. Calon tunggal yang diajukan Presiden Jokowi itu dinilai layak
memimpin institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia, meski berstatus
tersangka.
Bola panas menggelinding semakin liar. Polemik pun bakal
muncul. Presiden dan DPR kompak merestui BG. Di sisi lain, Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menegaskan, BG tetap akan
ditahan bila proses pemberkasan selesai.
Lembaga anti-rasuah ini
menyatakan tak bisa diintervensi. Dalam sejarah KPK, tidak pernah SP3
(Surat Penghentian Penyidikan) dikeluarkan.
Penahanan BG bukan tidak
mungkin menimbulkan kegaduhan. Belajar pada kasus Irjen Joko Susilo yang
terjerat perkara korupsi proyek Simulator SIM, pergolakan terjadi saat
mantan Kepala Korps Lalulintas Polri itu ditahan. Pasukan Polri menyerbu
Gedung KPK memprotes penahanan petinggi mereka.
Polemik lebih besar
kemungkinan muncul bila BG tetap dilantik menjadi Kapolri. Pertama,
protes dari internal kepolisian yang tak iklhas petinggi mereka ditahan.
Kedua, integritas lembaga kepolisian dipertaruhkan. Sejarah mencatat,
baru kali ini kita memiliki calon Kapolri bersatus tersangka.
Azaz praduga tak bersalah memang harus dijunjung tinggi sebelum ada putusan hukum tetap. Tetapi bila
seorang
pejabat publik tersandung masalah hukum, maka ia tak memperoleh
legitimasi dari masyarakat. Implikasinya, kepercayaan masyarakat,
institusi lain, bahkan dunia internasional terhadap Polri akan merosot.
Polri
susah payah membangun kepercayaan publik. Dalam Grand Strategi Polri
2005-2015, trust building atau membangun kepercayaan, adalah tahap
pertama yang menjadi prioritas. Ketika kepercayaan publik mulai
terbangun, Polri dihantam kasus dugaan korupsi yang melibatkan sejumlah
petinggi.
Bila Presiden memaksakan tetap melantik BG, maka bukan
hanya wibawa kepolisian yang akan merosot. Kewibawaan pemerintahan
Jokowi-JK dipertaruhkan. Kuncinya kini ada di tangan Presiden Jokowi. Di
sinilah keberanian dan sikap kenegarawanan Jokowi diuji. Bila memang
BG adalah titipan dari lingkaran kuat, mampukan kepala negara melepaskan
diri. Kalau Presiden tetap melantik, masyarakatlah yang menilai
kualitas pemerintahan Jokowi-JK. [pos Kota]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar