Rabu, 02 Juli 2014

Ada Apa Allan Nairn dengan Prabowo

Jurnalis investigasi asal Amerika Serikat, Allan Nairn, mengungkapkan sejumlah hal yang dikatakan mantan Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad), Letjen (Purn) Prabowo Subianto, dalam wawancara yang dilakukan pada tahun 2001 lalu. Menurut Allan, Prabowo mengaku memiliki hubungan sangat dekat dengan intelijen Amerima Serikat. Hal ini didukung oleh sejumlah bukti dokumen yang didapat Allan.
“Prabowo pernah bilang sama saya, kami hari-hari itu bicara bahasa Inggris, dia katakan 'I was the American fair-haired boy', anak kesayangan Amerika, yang terfavorit dan itu memang benar. Prabowo cerita semua hubungan dia amat dekat dan amat akrab dengan tentara, pemerintah, intel, dan usaha-usaha besar Amerika Serikat, semua benar. Ada banyak fakta di belakangnya,” ujar Allan, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (1/7/2014).
Prabowo, lanjut Allan, mengatakan bahwa ia sering berhubungan dengan Defense Intelligence Agency (DIA) milik Amerika Serikat.
“Dia bilang dia masih melapor ke DIA itu kira-kira satu kali seminggu,” ujar Allan.
Kedekatan Prabowo dengan militer Amerika Serikat ini berawal dari Joined Combined Exchange Trainning (JCET) antara pasukan khusus AS dengan pasukan khusus Indonesia. JCET adalah sebuah program latihan gabungan tentara Amerika Serikat di sebuah negara dengan tentara negara setempat. Program ini sempat menimbulkan kontroversi karena justru dianggap menghasilkan tentara yang terlibat kasus pelanggaran HAM. Allan menyebutkan, Prabowo telah membantu JCET masuk ke dalam Indonesia. Hal ini, kata Allan, dibuktikan dengan dokumen dari Pentagon.
“Dokumen itu menyebutkan bahwa Prabowo dia orang yang kunci, utama, yang sudah buat masuk special forces AS di Indonesia. Kedua, Pentagon AS menyebutkan bahwa Prabowo menerima bayaran cukup besar dengan tindakan itu,” katanya.
Selain dekat dengan militer AS, Prabowo, kata Allan, juga memiliki kedekatan dengan para pebisnis besar AS, di antaranya, Freeport McMoran. Menurut Allan, hubungan ini karena adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo.
“Ada diskusi di mana Hashim, adik Prabowo, pidato di Washington DC, di depan US-Indo, sebuah kelompok yang ada anggota dari usaha-usaha terbesar di Amerika. Dalam pidato itu, Hashim berkata bahwa kalau Prabowo naik sebagai Presiden Indonesia, AS akan terima posisi spesial, previlege dari pemerintah Prabowo. Itu tahun 2013,” kata Allan.
Sebelumnya, Allan mengakui bahwa keputusannya mengungkapkan hasil wawancara "off the record"-nya dengan Prabowo telah melanggar kode etik jurnalistik. Namun, ia menyakini, apa yang dilakukannya tak sebanding dengan perlunya masyarakat Indonesia mengetahui apa yang diketahuinya soal Prabowo.
Pekan lalu, kesaksian Allan tentang Prabowo sempat mengundang perhatian media di Indonesia, saat ia mengunggah sejumlah tulisan di situs pribadinya, www.allannairn.org. Menanggapi apa yang ditulis Allan, adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo menyebutnya sampah.
"Sudahlah, sampah itu. Sampah itu kan bau," kata adik Prabowo Subianto itu seusai menemui Plt Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, di Balaikota Jakarta, Kamis (26/6/2014).
Allan Nairn mem-posting tulisan yang berjudul "Do I Have Guts," Prabowo Asked, "Am I Ready To Be Called A Fascist Dictator?".

Tantangan Nairn
Jurnalis investigasi Allan Nairn mengungkapkan kedekatan Prabowo Subianto dengan pemerintah, intelijen, militer, hingga pengusaha besar Amerika Serikat. Jika Prabowo tak mengakui kedekatan itu, Allan menantang mantan Panglima Kostrad itu untuk melakukan dua hal.
"Saya ada dua tantangan spesifik kepada Prabowo. Satu, kalau Prabowo orang berani untuk melawan Amerika seperti kata Amien Rais, Prabowo siap ikuti saya untuk menyeret Presiden Amerika untuk diadili karena kejahatan membunuh orang sipil. Ini termasuk Obama, Bush muda dan tua, Clinton, Carter, semua," ujar Allan dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (1/7/2014).
Menurut Allan, dari sejarah para presiden AS, mereka banyak memberikan dukungan terhadap tentara di banyak negara untuk membunuh warga sipil. "Jenderal Prabowo, siapkah nyatakan itu seperti saya?" ungkap Allan.
Allan yang pernah meliput berbagai kasus pelanggaran HAM di Haiti, Guatelama, Afrika Selatan, Palestina, hingga Indonesia itu mengungkapkan bahwa Prabowo sejatinya adalah anak kesayangan Amerika. Prabowo dekat dengan intelijen dan militer dari Negeri Paman Sam itu. Bahkan Prabowo mengaku kepada Allan bahwa dia kerap melapor kepada Defense Intelligence Agency AS minimal satu kali dalam seminggu.
Kedua, Allan juga menantang Prabowo untuk mengusir Freeport dari Indonesia karena perusahaan itu dianggap telah mengeksploitasi sumber daya alam dan tenaga kerja Indonesia. Jika Prabowo mengagungkan nasionalisme, Allan menilai seharusnya Prabowo berani mengusir perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu.
"Apa Prabowo berani seperti saya menyatakan sebaiknya Indonesia usir Freeport dari Papua, karena orang-orang Prabowo suka cerita tentang eksploitasi sumber daya alam Indonesia dari asing. Tapi ternyata mereka tidak bisa katakan itu, karena kerja sama dengan usaha besar itu," imbuh Allan.
Allan melakukan wawancara anonim dengan Prabowo pada bulan Juni dan Juli 2001. Dalam wawancara itu, Prabowo banyak memberikan informasi off the record. Informasi ini akhirnya dibuka kembali oleh Allan meski melanggar kode etik jurnalistik. Menurut Allan, masyarakat Indonesia berhak mengetahui sosok Prabowo yang sebenarnya dan dia memiliki informasi langsung dari Prabowo yang tak diketahui orang banyak.
Atas pengakuan Allan ini, kubu Prabowo-Hatta sudah membantah adanya wawancara itu. Adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, bahkan menyebut tulisan Allan sebagai sampah. Terhadap pro dan kontra yang ditujukan kepadanya, Allan mengaku tak gentar. Bahkan Allan mengatakan bahwa kini dia disebut sebagai bagian dari konspirasi Amerika untuk melemahkan Indonesia.
"Itu lucu sekali. Orang yang tahu kerja saya, tahu bahwa dalam 40 tahun ini, saya pernah kerja sebagai musuh Pemerintah AS, musuh ketidakadilan, musuh eksploitasi, oleh tentara, intel, dan usaha-usaha besar AS, dan musuh pembunuhan besar atas orang miskin di seluruh dunia," kata pria yang pernah meliput kasus pelanggaran HAM di Timor Leste itu.

Alasan Jurnalis AS Allan Nairn Ungkap Wawancara "Off The Record" dengan Prabowo
Jurnalis Amerika Serikat Allan Nairn angkat bicara soal alasannya membuka kembali percakapan off the record dengan mantan Panglima Kostrad Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto pada tahun 2001 silam. Menurut Allan, apa yang dilakukannya memang melanggar kode etik jurnalistik. Akan tetapi, ia beralasan, hal ini dilakukan untuk kepentingan yang lebih besar, yakni bangsa Indonesia yang telah dibutakan dengan citra yang tengah dibangun Prabowo yang kini maju sebagai calon presiden.
“Kalau ada sejarah jejak rekam jenderal yang paling jahat menyiksa orang sipil, membunuh orang sipil, itulah Prabowo. Prabowo adalah jenderal dengan rekor kejahatan terburuk. Ini serius sekali. Rakyat Indonesia harus memiliki akses terhadap informasi yang saya punya ini,” ujar Allan dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (1/7/2014) malam.
Menurut Allan, pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukannya tidak seberapa besarnya jika dibandingkan dengan dampak yang akan diterima masyarakat Indonesia jika Prabowo terpilih sebagai presiden.
Dalam wawancara dengannya, kata Allan, Prabowo menjabarkan bahwa ia adalah seorang jenderal yang tidak percaya pada sistem demokrasi.
“Dia bahkan mengatakan bahwa di Indonesia masih banyak kanibalisme dan kerumunan yang rusuh sehingga masih belum siap untuk demokrasi. Prabowo ingin rezim ototiter yang jinak,” kata Allan.
Prabowo, sebut Allan, juga menghalalkan darah sipil yang dibunuh militer. Hal ini mengacu pada kasus pembunuhan massal Santa Cruz. Dalam tulisan yang diunggah dalam blog pribadi Allan, Prabowo disebutkan juga menyandingkan dirinya dengan pemimpin otoriter seperti Pervez Musharraf di Pakistan. Allan mengakui masih banyak jenderal lainnya yang juga berkasus seperti Prabowo. Di kubu Jokowi, kata Allan, ada dua jenderal, yaitu Hendropriyono dan Wiranto, yang disebutnya juga terlibat pelanggaran HAM berat.
“Keduanya juga jahat, membunuh orang sipil. Tapi pilihannya, Jokowi didukung oleh jenderal-jenderal yang bunuh sipil. Sementara Prabowo adalah jenderal yang bunuh orang sipil,” kata Allan.
“Jadi yang saya lakukan ini memang pelanggaran serius dalam praktik jurnalistisk. Tapi ini pengecualian. Saya memiliki informasi ini dan saya rasa masyarakat Indonesia berhak untuk tahu,” kata Allan.
Allan adalah seorang jurnalis investigasi yang telah banyak meliput kasus-kasus pelanggaran HAM di berbagai belahan dunia, seperti di Guatemela, Haiti, dan Timor Leste. Ia pernah dianggap sebagai ancaman bagi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soeharto atas laporan-laporannya.
Pada bulan Juni dan Juli 2001, Allan menginvestigasi kasus pembunuhan warga sipil yang dilakukan oleh militer Indonesia. Investigasinya itulah yang kemudian mempertemukan Allan dengan Prabowo yang sudah diberhentikan dari dunia kemiliteran.
Dalam wawancara itu, Allan mengaku Prabowo tidak mau menjelaskan secara spesifik kasus per kasus pembunuhan yang terjadi pada zaman Orde Baru. Namun, ia justru bercerita panjang lebar kepada Allan tentang pemikirannya akan fasisme dan dunia militer.

[kompas]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar