Rabu, 18 Juni 2014

Survei Indikator: Kampanye Hitam Sukses Besar Habisi Jokowi

Survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan kampanye hitam efektif memengaruhi elektabilitas calon Presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Joko Widodo yang terus menurun.
Beberapa waktu lalu Jokowi diserang kampanye hitam menyangkut isu SARA seperti Jokowi keturunan Tionghoa dan Kristen serta anti-islam.
"Kampanye hitam terkait isu Kristen dan Tionghoa ternyata efektif menurunkan elektabilitas Jokowi," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam Seminar Nasional "Memilih Presiden yang Pro Kelestarian Lingkungan dan HAM", di Jakarta, Rabu (18/6/2014).
Menurut Burhanuddin, tren Jokowi masih unggul namun dukungan antara Jokowi dengan pesaingnya, Prabowo semakin mengecil karena elektabilitas Prabowo justru semakin meningkat.
"Elektabilitas Prabowo tidak terganggu dengan isu pelanggaran HAM. Elektabilitasnya lebih tinggi di kalangan masyarakat yang tahu tentang isu pelanggaran HAM yang dikaitkan dengan Prabowo dibandingkan dengan yang tidak tahu dan kebanyakan dari mereka yang tahu itu adalah kalangan kelas menengah," jelas Burhanuddin.
"Bagi kalangan kelas menengah itu artinya isu pelanggaran HAM yang dikaitkan dengan Prabowo tidak penting untuk jadi pertimbangan. Ini yang saya sebut anomali kelas menengah," tambahnya.
Dalam survei top of mind, Jokowi masih unggul namun posisi Prabowo semakin mendekat. Elektabilitas Jokowi turun dari survei bulan Maret 2014, yang saat itu mendapatkan 32,5 persen, sementara Prabowo pada saat itu baru di angka 11,4 persen. Lalu elektabilitas Jokowi turun lagi sebesar 31,8 persen sedangkan Prabowo menyusul di bawahnya dengan 19,8 persen.
"Dukungan terhadap Prabowo kuat di wilayah kota dengan tingkat pendapatan pemilih di atas Rp1 juta sedangkan benteng pertahanan Jokowi di desa," terang Burhuddin.
"Untuk mendongkrak tren turun ini, tim Jokowi butuh energi tiga kali lipat," tambahnya.
Berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia, jumlah masyarakat yang menginginkan pemimpin jujur semakin berkurang. Pada tahun 2013 menunjukkan 60 persen masyarakat memilih pemimpin jujur namun pada tahun 2014 menjadi 40 persen.
Pemilu Presiden 9 Juli 2014 diikuti dua pasangan capres dan cawapres yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.  [antara]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar