Rabu, 18 Juni 2014

Donasi untuk Jokowi-JK Tembus Rp 50.7 M

Jumlah sumbangan gotong royong yang masuk ke rekening Joko Widodo-Jusuf Kalla terus bertambah. Hingga Rabu (18/6) siang, rekening gotong royong sudah mencapai Rp50.745.662.472.
"Jumlah penyumbang perseorangan mencapai 43.795 orang, sedangkan penyumbang dari perusahaan sebanyak tujuh perusahaan," kata anggota Tim Pemenangan Jokowi-JK, Zuhairi Misrawi, di Media Center Jokowi-JK, Jalan Cemara, Jakarta, Rabu (18/6/2014).
Untuk membantu pemenangan Jokowi-JK, ada tiga rekening yang dibuka untuk menyalurkan sumbangan. Yaitu rekening Bank Rakyat Indonesia dengan nomor 122301000172309, Bank Mandiri (070-00-0909-096-5), dan Bank Central Asia (5015.500015). Ketiga rekening tersebut atas nama Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Sesuai dengan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, sumbangan dari perseorangan tidak boleh melebihi Rp1 miliar. Sementara sumbangan per perusahaan dilarang melebihi Rp5 miliar.
Zuhairi berharap masyarakat yang berniat menyumbangkan uangnya ke rekening gotong-royong mencantumkan biodata lengkap. Terutama yang ingin menyumbangkan uang secara manual langsung ke bank. Untuk yang menyumbang melalui anjungan tunai mandiri, menurutnya, tak bermasalah karena sudah terdata otomatis oleh pihak bank.
"Uang tak bisa dipakai jika identitas dari penyumbang tak lengkap," ucapnya.
Zuhairi juga mengatakan uang yang masuk ke rekening itu secara berkala juga dilaporkan ke Komisi Pemilihan Umum untuk diaudit. Di internal, pasangan Jokowi-JK juga menunjuk akuntan publik Anwar, Sugiharto & rekan (Member of DFK International).
Sebelumnya, Juru Bicara Tim Kampanye Jokowi-JK, Hasto Kristiyanto, menyatakan partisipasi publik terhadap dana kampanye pilpres sangat penting. "Ini tradisi baru untuk meningkatkan transparansi dana kampanye," katanya.
Hasto melanjutkan dengan tradisi baru itu, maka semangat yang dibangun adalah kesukarelaan karena keyakinan terhadap kepemimpinan Jokowi-JK.
"Upaya ini sekaligus membedakan dengan pasangan lain, yang lebih memilih mobilisasi dana-dana kampanye melalui cara-cara yang tidak melibatkan partisipasi publik. Dengan demikian kemungkinan masuknya kelompok kepentingan menjadi lebih besar," ucapnya.  [beritasatu]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar