Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika (USD) cenderung melemah sepanjang semester II 2013 kemarin. Pelemahan ini masih terus berlangsung sampai sekarang, di mana nilai tukar masih bertengger di kisaran Rp 12.000 per USD.
Pengamat Ekonomi, Aviliani menilai kondisi seperti ini memang kerap terjadi menjelang Pemilihan Umum (Pemilu). Nilai tukar rupiah diprediksi akan kembali melesat setelah pemilihan presiden nantinya.
"Mendekati pemilu memang cenderungnya menurun. Kalau sudah pasti siapapun presidennya, cenderung menguat tapi penguatan juga lebih karena uang masuk. Itu rasional saja," ujarnya usai acara 'Seminar Kiat Pendanaan KPR Saat Bunga Tinggi' di Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (12/2/2014).
Walaupun masyarakat dan investor sudah mengetahui siapa yang bakal menjadi Presiden namun kondisi ekonomi tidak akan berubah jauh dari kondisi saat ini. "Sekarang ini tergantung investornya, karena di Indonesia, demand domestik kan masih bagus, jadi investor tetap akan mau masuk," jelas dia.
Dengan begitu dia memperkirakan, nilai tukar rupiah akan berada di level Rp 11.000 - Rp 12.000 per USD sampai dengan akhir tahun ini. "Tappering off sudah jelas, tapi rupiah bergerak di Rp 12.000 per dolar USD. Tapi kalau di bawah Rp 10.000 tidak mungkin," ungkapnya.
Namun, kondisi nilai tukar rupiah pada 2015 akan semakin berat karena Bank Sentral AS tetap melanjutkan kebijakan penarikan stimulus sebesar USD 10 miliar per bulan. "Di 2015 agak berat karena tappering off kan terjadi, likuiditas pasti sudah kering banget. Kalau AS tidak siap produksi minyaknya, kita ketiban problem soal rupiah," tutup dia.
Pernyataan Aviliani ini sekaligus membantah pendapat Kepala Ekonom Standard Chartered Indonesia, Fauzi Ichsan. Fauzi menyebut nilai tukar rupiah akan menguat jika Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo menjadi terpilih menjadi presiden. Bahkan menurut Fauzi para investor domestik maupun asing menginginkan Jokowi jadi presiden.
"Isunya adalah sebagian besar kalangan pengusaha dan investor sudah berasumsi bahwa Jokowi diharapkan jadi presiden," ujar Fauzi di Hotel Sangri-La, Jakarta, Selasa (11/2/2014).
Fauzi memprediksi, penguatan ekonomi nasional akan terjadi jika Jokowi terpilih. Menurut dia, hal itu akan berdampak pada penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang berada di kisaran Rp 11.400 dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada posisi 5.200 poin.
"Banyak investor memprediksi penguatan Rupiah akan terjadi jika Jokowi jadi Presiden pada bulan Oktober mendatang," kata Fauzi.
Namun demikian, Fauzi tidak dapat memprediksi kemungkinan terburuk jika Jokowi tidak menjadi presiden. "Jika perkiraan mereka ini tidak tepat reaksi mereka seperti apa?" terang dia.
Fauzi mengatakan, alasan investor berharap pada Jokowi disebabkan sang gubernur memiliki karakter yang berdampak positif terhadap investasi. Menurut dia, kebijakan Jokowi yang lebih memprioritaskan pada penerapan kebijakan membuat investor kepincut.
"Jadi mereka-mereka itu menilai kebijakan Jokowi saat menjabat Walikota dan Gubernur arahnya ke level Internasional, penglihatan mereka seperti itu dalam melihat kebijakan Jokowi selama ini," pungkas dia.
Sumber :
merdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar