Kamis, 20 Februari 2014

Kejanggalan Kasus Penyadapan

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengaku kini sedang diteror. Sekjen PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo kemarin tiba-tiba mengatakan teror itu ditujukan untuk Megawati dan Gubernur DKI Joko Widodo.
"Kemarin kita operasi, terdapat tiga penyadap di rumah Pak Jokowi," kata Tjahjo dalam dalam diskusi di Jakarta, Kamis (20/2/2014).
Alat penyadap itu ditemukan sekitar dua minggu lalu. Tjahjo menyebut ada sejumlah pihak yang sedang ingin menjatuhkan citra Jokowi. Tim ini bahkan sudah bergerak ke Solo. Mencari kesalahan Jokowi di masa lalu.
"Bahkan sampai ke Solo, mereka mencari-cari, nanya-nanya ke sana kemari," kata Tjahjo.
Menurut Tjahjo, PDI Perjuangan telah mengetahui pihak-pihak mana yang melakukan kegiatan memata-matai tersebut. Namun dia tak ingin mengungkapnya. "Ini untuk lingkungan kami saja," katanya.
Pengakuan Tjahjo Kumolo ini cukup mengagetkan. Apalagi pengakuan ini di saat PDIP sedang digoyang isu tak sedap terkait rencana mundurnya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini diduga ada kaitannya dengan PDIP.
Apa saja kejanggalan-kejanggalan penyadapan di rumah Jokowi? Berikut yang berhasil dihimpun redaksi:

Kenapa baru diungkap sekarang
Seperti diketahui, menurut Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo, penyadapan di rumah Jokowi terjadi sekitar dua minggu lalu. Penyadapan itu, menurut Tjahjo merupakan ancaman bagi Jokowi dan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
Namun menurut Jokowi sendiri, dirinya sudah disadap sekitar dua bulan lalu, tepatnya Desember 2014.
Yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa baru sekarang Jokowi buka-bukaan soal penyadapan tersebut. Padahal, jika langsung dipublikasikan, bisa saja segera terungkap siapa yang melakukan penyadapan. Si pelakunya pun juga tidak akan lagi berani menyadap lantaran sudah diketahui secara luas oleh publik.

Diungkap Sekjen PDIP
Kejanggalan kedua, kenapa bukan Jokowi langsung yang mempublikasikan bahwa dirinya sedang disadap. Malah justru dipublikasikan oleh Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo dalam sebuah forum diskusi.
"Itu sebenarnya kalau saya membaca, PDIP sendiri harus hati-hati dalam konteks memainkan isu," kata pengamat politik Gun Gun Heryanto kepada merdeka.com.
Harusnya, Jokowi sendirilah yang mengumumkan atau bahkan melaporkannya ke polisi biar segera ditangani.

Tidak lapor ke polisi
Yang lebih mengherankan lagi, kenapa tahu disadap selama berbulan-bulan Jokowi diam saja. Bukannya melaporkan kepada polisi untuk segera diusut siapa pelakunya.
Menurut pengamat politik Gun Gun Heryanto, bisa jadi PDIP sengaja memainkan isu. Kalau benar ingin menyelesaikan kasus penyadapan, harusnya PDIP lapor polisi saja.
"Kalau PDIP mau dan mampu melaporkan, harusnya dilaporkan ke polisi. Kalau berani lapor, saya salut. Tapi kalau tidak berani ini hanya manajemen isu," kata Gun Gun saat dihubungi merdeka.com.

Bersamaan Tekanan Kasus Risma
Mencuatnya kasus penyadapan terhadap Jokowi berbarengan dengan isu mundurnya Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini. Isu mundurnya Risma ini disangkut-sangkutkan dengan partai yang mengusungnya saat itu, PDIP. PDIP pun merasa dirugikan atas isu ini.
"Publik akan melihat bahwa PDIP sendiri harusnya jauh lebih elegan dalam memainkan isu. Kalau isu seperti ini kan sensitif," kata pengamat politik Gun Gun Heryanto.
Bagi Gun Gun, Tri Rismaharini adalah aset yang sangat berharga bagi PDIP. Jika benar dia mundur, maka PDIP kehilangan aset yang sangat berharga.
"Kalau Risma mundur, PDIP kehilangan aset yang sangat baik, satu tipikal sama Jokowi. Kerugiannya andaikan Risma dipinang partai lain, maka akan menjadi faktor yang bisa membuat peta politik sedikit berubah. Kalau misalnya diambil oleh Gerindra, maka bisa jadi Prabowo akan terdongkrak," papar Gun Gun.

Sumber :
merdeka.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar