Sebagai anggota DPRD DKI Jakarta, Wanda Hamidah merasakan dua masa
pemerintahan, yakni era Fauzi Bowo (Foke) dan Joko Widodo (Jokowi). Meski kinerja
keduanya patut diapresiasi, politisi PAN itu menemukan perbedaannya.
Jelang setahun pemerintahan Jokowi dan Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) yang jatuh pada 15 Oktober 2013, Wanda melihat ada perubahan di
Jakarta. Berbagai kebijakan di era Fauzi Bowo baru terwujud pada tahun
ini, setelah dia tidak memimpin.
"Di zaman Pak Fauzi Bowo, harapan saya untuk program-program yang
enggak mungkin terjadi, di zaman Pak Jokowi-Ahok ini menjadi
kenyataan," ujar Wanda ditemui di ruangannya, Rabu (9/10/2013).
Beberapa di antarannya misalnya terkait penataan taman kota.
Menurut Wanda, pada era Jokowi-Ahok wujudnya lebih terasa dibanding
pada era Foke. Selain itu, Jokowi dan Ahok juga mereformasi birokrasi
melalui pemilihan seleksi pejabat publik, atau yang lebih dikenal dengan
proses lelang jabatan. Wanda menilai, cara seperti itu lebih tepat
karena memilih pejabat publik berdasarkan integritas dan kemampuan orang
yang bersangkutan.
"Tapi kalau zaman Pak Foke begitu tertutup ya. Jadi A ditunjuk
misalnya untuk jadi wali kota. Si A apa prestasinya? Saya bertanya-tanya
apa prestasinya. Sebagai anggota DPRD, saya tidak bisa memahami.
Misalnya seperti itu," ujar wanita cantik mantan presenter TV itu.
Menurut Wanda, pemerintahan saat ini lebih mudah dalam hal
komunikasi antara legislatif dan eksekutif. Kedua pemimpin Jakarta saat
ini menurut dia lebih mudah ditemui.
"Pak Jokowi dan Pak Ahok lebih mudah berinteraksi. Misalnya, 'Pak
ada yang ingin saya sampaikan mengenai... (sesuatu)'. 'Oh ya silakan
datang'," kata Wanda.
Wanda juga menilai, Jokowi-Ahok lebih transparan mengenai
masalah APBD DKI Jakarta, baik untuk informasi kepada wartawan maupun
masyarakat Jakarta karena langsung diumumkan.
"Artinya, tanpa teman-teman harus datang ke saya minta soft copy
APBD, sekarang Pak Ahok mengumumkan. 'Ini lho rancangan APBD DKI
Jakarta'. Dengan begitu, masyarakat Jakarta dapat ikut mengkritisi,"
ujarnya.
Ia pun mendukung langkah Pemprov DKI Jakarta yang saat ini tengah
mengambil alih PT Palyja dan PT Aetra. Ini karena sejak dulu
kepemilikan asing yang menguasai kedua perusahaan tersebut sudah
dikritik. Hal itu jelas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945,
yang salah satu ketentuannya mengatur bahwa negara menguasai
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak.
"Sekarang ini alhamdulillah. Saya di Balegda ikut mendukung
pengambilalihan, niat baik Pemda DKI ingin mendapatkan kembali hak
pengelolaan itu, yang di zaman Pak Foke rasanya mustahil," ucapnya.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar