Menteri Keuangan Chatib Basri melihat pemerintahan baru mendatang
berpotensi memberlakukan kebijakan pengurangan subsidi Bahan Bakar
Minyak (BBM). Caranya dengan menaikkan harga BBM bersubsidi.
"Saya
tidak tahu apa yang akan dilakukan pemerintah baru, tetapi kalau lihat
dari statement, lihat dari apa, rasanya kemungkinan kenaikan harga BBM
bisa terjadi," kata Chatib di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa
(19/8/2014).
Apabila pemerintahan baru melaksanakan kebijakan
tersebut, maka akan membantu mengurangi defisit transaksi berjalan dari
sisi impor BBM.
"Kalau itu terjadi maka impor minyaknya kan bisa
turun, sehingga current account defisitnya di 2015 mudah-mudahan bisa
lebih baik," lanjut Chatib.
Sebelumnya, Presiden Joko
Widodo (Jokowi) mengaku keberatan dengan postur RAPBN 2015 karena subsidi
energi masih tinggi, sementara, ruang fiskal pemerintah relatif ketat.
Dalam
nota keuangan RAPBN 2015 disebutkan bahwa subsidi energi sebesar Rp
363,5 triliun terbagi menjadi dua. Untuk subsidi Bahan Bakar Minyak
(BBM), Bahan Bakar Nabati (BBN), elpiji 3 kilogram, dan bahan bakar gas
untuk kendaraan (LGV) sebesar Rp 291,111 triliun. Kemudian, subsidi
listrik sebesar Rp 72.422,7 miliar.
Lalu, subsidi non energi Rp
69,9 triliun, meliputi, subsidi pangan sebesar Rp18,939 triliun, subsidi
pupuk sebesar Rp 35,703 triliun. Subsidi benih sebesar Rp 939,4 miliar,
subsidi PSO sebesar Rp 3,261 triliun, subsidi bunga kredit program
sebesar Rp 2,484 triliun, dan subsidi pajak sebesar Rp 8,650 triliun.
Presiden
terpilih Joko Widodo, mengaku ketatnya fiskal membuat pemerintahan
kelak harus melakukan berbagai langkah agar fiskal semakin lebar,
terutama terkait subsidi bahan bakar minyak. [merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar