Menjelang pengumuman hasil keputusan
Mahkamah Konstitusi (MK) tentang gugatan Pilpres 2014 oleh
Prabowo-Hatta, Polresta Surakarta akan meningkatkan pengamanan di rumah
pribadi presiden Joko Widodo (Jokowi) di Solo.
Berdasarkan
pantauan di kediaman presiden Jokowi yang beralamat di Jalan Kutai Utara,
Sumber, Banjarsari, Solo, Selasa 19 Agustus 2014, sejumlah personel
kepolisian terlihat berjaga di seberang jalan depan rumah Jokowi.
Sejumlah
CCTV dipasang di beberapa sudut kediaman Jokowi. Selain pengamanan di
luar, sejumlah personel Brimob juga tampak berjaga di dalam rumah.
"Sejak masih capres sudah ada penjagaan," kata Kepala Subbagian Humas Polresta Surakarta, Ajun Komisaris Sisraniwati, Selasa (19/8/2014).
Kata dia, pengamanan kediaman Jokowi akan semakin diperketat menjelang pengumuman MK pada hari Kamis, 21 Agustus 2014.
"Ya,
jelas nanti akan kami tingkatkan. Yang pasti sejak Pak Jokowi diumumkan
jadi Presiden terpilih, kami melakukan pengamanan di kediamannya," ujar
Sisrinawati.
Sisranawati enggan menjelaskan jumlah personel yang
diterjunkan. Selain itu, dia juga belum bisa menentukan peningkatan
keamanan menjadi status siaga satu seperti yang diinstruksikan oleh
Polri.
"Untuk peningkatan status siaga satu masih menunggu telegram dari Polda Jawa Tengah. Saat ini belum turun," kata Sisrinawati.
Tim Hukum Jokowi Minta MK Tolak Gugatan Prabowo
Tim Hukum Jokowi-JK meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2014 yang diajukan Prabowo-Hatta.
Mereka
juga meminta MK menguatkan keputusan KPU RI tentang hasil rekapitulasi
penghitungan perolehan suara nasional yang mengunggulkan Jokowi-JK sehingga ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2014-2019.
"Kesimpulan
kami permohonan pemohon harus ditolak untuk seluruhnya dan mentetapkan
keputusan KPU hasil rekapitulasi maupun penetapan capres dan cawapres
terpilih," ujar anggota Tim Hukum Jokowi-JK Sirra Prayuna kepada Tribunnews.com, Selasa (19/8/2014).
Menurutnya, ada banyak faktor permohonan Prabowo-Hatta layak ditolak untuk seluruhnya. Pertama, Prabowo-Hatta
tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) karena telah menyatakan
menarik diri saat rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional.
Kedua,
dalil mobilisasi dan dasar hukum pemilih yang terdaftar dalam daftar
pemilih khusus tambahan (DPKTb) tidak terbukti selama persidangan.
Mereka tak mampu membuktikan adanya mobilisasi pemilih DPKTb ke salah
satu pasangan calon.
"Berdasarkan fakta persidangan bahwa DPKTb
itu harus dilihat dalam konteks tindakan afirmatif negara untuk
memberikan perlindungan terhadap warga negara yang belum terdaftar dalam
DPT, DPK, DPTb, sehingga dapat memilih di pemilu presiden kemarin,"
beber Sirra.
Sirra menambahkan, pemilih yang menggunakan KTP yang
terdaftar dalam DPKTb sesuai dengan putusan MK nomor 102 tahun 2009 yang
mengizinkan pemilih yang belum terdaftar bisa memilih dengan
menggunakan KTP disertai KK.
Ketiga, dalil Prabowo-Hatta
telah terjadi pelanggaran pemilu secara terstruktur, sistematis, dan
masif juga tidak terbukti. Menurut Sirra, selama persidangan, pemohon
tidak mampu membuktikan dan menguraikannya secara jelas mengenai
perubahan preferensi pemilih.
Terakhir, lanjut Sirra, dalil Prabowo-Hatta
soal kecurangan pemilu di distrik Mapia Barat dan Mapia Tengah, Papua,
telah berjalan sesuai dengan adat masyarakat setempat yakni dengan
sistem noken atau sistem ikat.
Kesimpulan hasil persidangan tersebut ditulis Tim Hukum Jokowi-JK sebagai pihak terkait dalam 54 halaman dan diserahkan Sirra ke MK pukul 09.30 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar