Sebanyak 97 persen pemilih Hong Kong yang didominasi migran dan
selama ini mayoritas bergabung dalam Barisan Relawan Jokowi Presiden
(Bara JP), mendukung pasangan Jokowi-JK.
“Orang juga tahu, migran Hong Kong adalah pendukung Jokowi yang
fanatik, karena diyakini membawa perubahan. Kami sudah setahun setiap
hari Minggu sosialisasi Jokowi di Victoria Park, jadi hasil ini tidak
mengherankan,” ujar Tri Sugito Ketua Bara JP Hong Kong, Minggu (6/7/2014).
Para migran mengadakan exil poll, karena perhitungan suara resmi baru
dilakukan tanggal 9 Juli 2014, bersamaan dengan hari pencoblosan di
Indonesia.
Dari sejumlah saksi yang disiapkan partai pengusung Jokowi, 17 orang di antaranya adalah ”pasukan khusus” Bara JP.
Dari 100 orang yang disurvei sesaat setelah memberikan suara, 97
orang mendukung Jokowi-JK. Hanya satu orang yang memilih Prabowo.
Satu orang menyatakan sengaja mencoblos kedua-duanya, dan satu orang
lagi tak punya pilihan sehingga hanya memasukkan kertas suara kosong ke
dalam bilik suara.
Koordinator Tim Exit Pool, Subrantini, mengatakan, para migran
antusias memberikan suara. Meski sebagian besar adalah pendukung
perubahan yaitu Jokowi-JK, kekompakan tetap terjaga.
“Dari hasil yang kami peroleh di mana Jokowi meraup 97% persen,
perhitungan ril tidak akan berbeda jauh. Margin error, paling 3% persen
saja. Dengan demikian, Jokowi akan memperoleh sedikitnya 95%,” jelas
Subrantini, migran asal Surabaya.
Sementara di Taiwan, Bara JP Taiwan yang juga mengatakan exit poll,
melaporkan, dari 100 pemilih, 95 orang menyatakan mendukung Jokowi.
Empat orang tak mau memberitahukan pilihan, dan hanya satu orang yang
memilih Prabowo-Hatta.
“Kalau di Taiwan agak seru dan bebas, karena pemilih yang sedang
antri, setiap kali ada yang hendak memotret, malah ramai-ramai
menyatakan ‘Salam Dua Jari’ secara beramai-ramai. Rakyat punya mau, ya
mau bagaimana,” ujar Suryanto, migran di Taiwan.
Koordinator exit poll di Taiwan, Lim Tjeng Bok yang sedang menempuh
kuliah S3 di Taiwan mengatakan, hasil survei diyakini akurat.
“Kami lakukan dengan disiplin yang ketat, dan para surveyor
sebelumnya sudah dilatih,” kata kandidat doktor ini. Di 73 negara di
mana Bara JP berada, seluruhnya mengadakan exit poll.
“Inilah senjata kami untuk melawan kecurangan dalam perhitungan
suara. Suara rakyat harus dikawal, siapa saja yang menipu rakyat akan
kami labrak habis,” ujar Helmi Wattimena, Ketua Bara JP Benua Amerika.
Kerusuhan karena Panitia Berpihak ke Prabowo
Pemilihan umum yang digelar pada hari Sabtu (5/7/2014)
dan Minggu (6/7/2014) tidak semuanya berjalan lancar. Setidaknya di Hongkong
pesta demokrasi berjalan ricuh akibat ketidak siapan panitia setempat
dalam menghadapi lonjakan pemilih yang datang. Keadaan kian diperparah
berkat celetukan salah satu oknum yang “hanya” memperbolehkan masuk
mereka yang memilih pasangan Capres dan Cawapres nomor 1 (Prabowo-Hatta).
Di Hongkong sendiri terdapat sekitar 13 TPSLN (tempat pemungutan
suara luar negeri) di Victoria Park. Meski demikian, entah apa yang
terjadi tapi panitia sepertinya kurang memanfaatkan dan mengantisipasi
padatnya calon pemilih yang datang, hingga berjumlah ribuan orang.
Kronologi kericuhan ini sudah mulai tampak sejak pagi. Di tempat yang
disiapkan oleh Panitia Pemungutan Luar Negeri (PPLN) Hongkong, sejak
pukul 7 pagi waktu setempat sudah dipadati oleh calon pemilih yang
kebanyakan berstatus buruh migran. Jumlah pengantri kian padat, hingga
pada pukul 11 siang waktu setempat lokasi diguyur hujan deras.
Hingga pukul 12 Panitia Pemungutan Luar Negeri (PPLN) Hongkong,
berhasil memilah jalur dan membuat lancar proses pencoblosan. Meski
demikian, tak sedikit dari pemilih yang mengaku kesal karena rumitnya
birokrasi yang mengharuskan calon pemilih mengisi isian yang lamanya
rata-rata 2-3 menit.
Hal ini yang pada akhirnya membuat antrian panjang hingga pukul 4
sore. Pukul 5 sore PPLN kemudian memutuskan untuk menambah 6 bilik
tambahan, tapi rupanya usaha ini tidak membuahkan hasil. Antrian
didominasi para pemilih yang tidak mendapatkan undangan.
Hingga pukul 5 sore waktu setempat, tak kurang 1000 orang tidak
berhasil mendapatkan hak pilih mereka hingga TPS ditutup. Hal ini yang
kemudian memicu ricuh, karena pemilih yang tidak sabar merangsek masuk
ingin bertemu dengan PPLN. Sempat terjadi adu argumen bahkan ancaman
fisik antara keduanya. Dan video serta laporan kericuhan ini sangat
marak di media sosial (Facebook), yang diupload dan direportasekan calon
pemilih di lokasi.
Suasana juga diperparah berkat celetukan salah satu oknum yang diduga
salah seorang panitia, yang berujar, hanya yang memilih pasangan Capres
dan Cawapres nomor urut satu saja yang boleh masuk. Sontak hal ini
membuat calon pemilih pendukung Jokowi JK sempat marah dan emosi.
Pendapat Rieke Diah Pitaloka
Anggota Tim Pemenangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Rieke Diah
Pitaloka, meminta aparat penyelenggara pemilu dan pemerintah
mengembalikan hak politik para warga negara Indonesia yang menjadi
tenaga kerja Indonesia di Hongkong.
Pasalnya, lanjut Rieke, mereka tak bisa memilih diduga karena
kelalaian aparat penyelenggara pemilu. Berdasarkan kronologis dan
analisis, serta membandingkan dengan yang diperintahkan UU terkait
Pemilu dan Pilpres, dirinya menilai ada indikasi penyelenggara yang abai
dan tidak siap.
"Sehingga menimbulkan kerugian hilangnya hak politik para TKI. Hak
politik itu harus dikembalikan," kata Rieke di Jakarta, Senin
(7/7/2014).
Rieke membeberkan data pilpres di Hongkong
itu, yang menunjukkan ada kesengajaan agar hak politik WNI hilang. Ada
114.626 WNI terdaftar sebagai pemilih di DPT di Hongkong. Jumlah drop
box adalah 18.126, dengan jumlah 13 TPS. Total WNI dari DPT yang ke TPS
adalah 96.536.
Dari angka itu, seandainya ada 5 bilik di tiap TPS, artinya jika yang
berpartisipasi memilih hanya 70 persen dari 95.536, berarti di tiap
bilik ada sekitar 1040 warga yang mengantre. Kalau 60 persen, ada 891
yang mengantre.
Dengan kondisi demikian, jumlah petugas yang memadai seharusnya
disiapkan. Jumlah petugas yang melayani, menurut Peraturan KPU No 26
tahun 2014, adalah 3-7 orang anggota KPPSLN.
Sementara berdasarkan laporan dari Hongkong, Jumlah petugas tenaga
untuk pendataan ada 2 orang di setiap TPS di Victoria Park, Hongkong.
Mereka membuat mekanisme pencoblosan adalah yang membawa undangan
dicocokkan dulu dengan barcode di database, dan masih mengecek KTP para
WNI itu.
"Ini jelas memakan waktu. Dan justru ada petugas yang bertanya soal
berapa tahun di Hong Kong, kenapa KTP dan fotonya belum ganti.
Sebenarnya hal-hal ini tidak perlu dan akan menyita waktu banyak, cukup
mencocokkan data saja lalu bisa mencoblos," jelas Rieke.
Menurut Rieke, patut diduga hal itu disengaja sehingga antrian warga
yang hendak mencoblos akhirnya tak bisa mendapatkan haknya. Sementara
penyelenggara bersikeras TPS harus ditutup pada sore hari waktu di sana,
dengan alasan perijinan, walau harus mengorbankan hak warga negaranya
sendiri.
"Dari laporan dan video yang sudah beredar di Youtube, peristiwa di Victoria Park Hongkong
tersebut bisa dikatakan bukan kesalahan TKI yang telah antre menunggu
giliran dengan sabar sejak pukul 07.00 - 17.00 waktu setempat," tandas
Rieke yang juga anggota Komisi Kesehatan dan Tenaga Kerja di DPR RI itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar