Haryadi
Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Haryadi, menyebutkan ada tiga kesalahan yang dilakukan cawapres Hatta Rajasa.
Sebuah kesalahan yang tak patut dilakukan seorang yang berpengalaman
di pemerintahan dan terakhir memegang jabatan Menko Perekonomian.
"Hatta salah mempersepsi penghargaan Adipura dengan menyebut
Kalpataru.
Dia juga salah mengira Kota Solo saat dipimpin Jokowi tak
pernah dapat penghargaan lingkungan. Padahal pernah mendapatkannya dari
kementerian Lingkungan Hidup," papar Haryadi, Minggu, (6/7/2014).
Haryadi menambahkan Hatta salah mengira DKI Jakarta tak mendapat Adipura karena kriteria baku.
Padahal, tambahnya, DKI tak mendapat Adipura karena alasan yang
secara substansial amat politis oleh pemerintah pusat untuk menjegal
Jokowi. Berdasarkan pengamatannya di debat kemarin, Haryadi menilai
Jokowi-JK tampak lebih punya chemistry sebagai pasangan capres-cawapres.
Keduanya kelihatan amat tenang dan menikmati event debat terakhir
itu. Dia menyebutkan Jokowi-JK tak bisa dijebak dengan
pertanyaan-pertanyaan menohok seperti Gas Tangguh, isu lingkungan, dan
kontrak investasi asing.
"Seperti telah menduga akan munculnya pertanyaan-pertanyaan itu,
Jokowi-JK tak sekadar menjawab lugas, tapi bahkan menohok balik," ucap
Haryadi.
Dari perspektif "bahasa tubuh", Hatta Rajasa dan Prabowo saat
memaparkan visi-misinya dengan cara memegang mike pakai tangan kanan dan
menegaskan sesuatu dengan menggerakkan tangan kiri.
Sedangkan keseharian mereka bukan kidal.
"Ini menandakan kalau Hatta dan Prabowo sedang nervous, tak mendalami
yang dibicarakan. Sebaliknya JK dan Jokowi memegang mike dengan tangan
kiri, dan menegaskan sesuatu dengan tangan kanan. Keseharian mereka juga
bukan kidal," ujarnya. "Ini menandakan Jokowi-JK lebih tenang dan
mendalami yang dibicarakan," katanya lagi.
Arief
Ansyori Yusuf
Calon Presiden Joko Widodo dan Calon Wakil Presiden Jusuf Kalla
(Jokowi-JK) berkomitmen menghapus praktik perburuan rente di sektor
energi hingga menimbulkan konflik kepentingan antarpemilik modal di
sektor tersebut. Hal itu diungkapkan pasangan nomor urut dua dalam debat
terakhir capres-cawapres di Hotel Bidakara, Jakarta, Sabtu (5/7/2014)
malam.
Pengamat ekonomi dan bisnis dari Universitas Padjajaran, Bandung, Arief
Ansyori Yusuf, menilai komitmen tersebut merupakan keberanian Jokowi-JK
langsung menembak inti permasalahan di bidang energi. Apalagi, kata
Arief, keduanya berkali-kali menekankan pentingnya koalisi tanpa syarat
yang menjadi modal penting untuk menghadang para pemburu rente.
"Jokowi-JK jelas lebih unggul," kata Arief, Minggu (6/7/2014).
Debat terakhir juga menjadi ajang pembuktian bagi keunggulan konsep
realistis untuk memangkas impor pangan yang ditawarkan Jokowi-JK.
Keunggulan itu, kata Arief, salah satunya adalah upaya untuk mendongkrak
pasokan (supply) pangan di dalam negeri. Karena, Arief menambahkan,
kunci utama ketahanan pangan adalah mengurangi ketergantungan impor
sekaligus mendorong tercukupinya pasokan.
Sementara itu, Arief memandang, Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa
terlalu menggebu-gebu dalam membatasi impor, namun tanpa solusi di dalam
negeri. Menurut Arief, memangkas impor pangan bisa kontraproduktif jika
pasokan di dalam negeri tidak memadai sehingga harga malah melambung
dan tak terjangkau masyarakat.
"Prabowo-Hatta sangat menggebu-gebu dengan membatasi impor, sementara
pasangan Jokowi-JK relatif lebih banyak menekankan supply melalui
peningkatan produktivitas sektor pertanian, melalui pembangunan
infrastruktur pertanian," kata pengajar di Fakultas Ekonomi Unpad itu.
Dwi Andreas Santosa
Program pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dalam bidang
pertanian yang dipaparkan dalam debat sesi akhir capres-cawapres, Sabtu
(5/7/2014) malam, dinilai bisa mengangkat keterpurukan petani selama 10
tahun terakhir ini. Sebab, apa yang dicanangkan oleh Jokowi-JK diyakini
lebih tepat sasaran dalam rangka menaikkan nasib petani dan meningkatkan
dunia pertanian.
Penilaian itu dikemukakan Guru Besar Fakultas Pertanian IPB Dwi Andreas
Santosa di Jakarta, Minggu (6/7/2014). "Hal tersebut dicanangkan melalui
program reforma agraria melalui pembagian satu juta hekatre lahan untuk
petani kecil, program pengalihan subsidi pupuk, dan benih yang sementara
ini menguntungkan pengusaha menjadi subsidi langsung ke petani, akan
diberikan juga subsidi output dan perlindungan harga sehingga petani
tidak merugi ketika panen," kata Dwi.
Dia pun mengapresiasi pemikiran Jokowi-JK untuk mengantisipasi pengaruh
perubahan iklim yang dapat merugikan petani. Yaitu, perbaikan sistem
pengairan sejak hulu hingga hilir.
Di hulu, kata Dwi, Jokowi-JK punya solusi ciamik dengan menjaga
kelestarian hutan sebagai pertahanan air di tanah. Di hilir, Jokowi-JK
berkomitmen untuk memperbaiki dan membangun waduk hingga perbaikan jaringan irigasinya.
Tak cuma perubahan iklim, Dwi memandang program "transmigasi hebat"
Jokowi-JK bisa mengurangi ketimpangan penguasaan lahan pertanian. Salah
satu yang mendapat acungan jempol Dwi adalah program pengembangan lahan
perkebunan dan pangan skala besar dengan kepemilikan petani 80% dan
pengusaha 20% di lahan seluas delapan juta hektare.
"Program tersebut bisa menciptakan lapangan usaha untuk petani kecil minimum 4,5 juta," kata Dwi.
Bahkan, Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) ini
mengatakan ide pendirian Bank dan Asuransi Agro-Maritim yang digagas
oleh Jokowi-JK bisa membebaskan petani dari jeratan rentenir dan
spekulan pangan.
"Secara umum melalui program-program yang konkrit tersebut kesejahteraan
petani dalam 5 tahun mendatang bisa meningkat tajam dan kedaulatan
pangan bagi Indonesia bisa benar-benar terwujud," ucapnya.
Iman Sugema
Ekonom The Megawati Institute, Dr Imam Sugema, menilai
visi misi Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) di bidang lingkungan lebih
jelas dibanding milik Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Visi dan misi
Jokowi-JK dinilai bisa mentransformasikan kerusakan lingkungan akibat
usaha eksploitatif dan destruktif menjadi ekonomi hijau yang mampu
tumbuh lebih cepat dan lebih merata.
"Dalam 5 tahun, sebanyak 100 juta hutan rusak akan dihijaukan, lahan
pertanian abadi di Jawa akan ditetapkan, dan penataan ulang tata guna
lahan," kata Imam Sugema di Jakarta, Minggu (6/7/2014).
Imam pun mengapresiasi komitmen Jokowi-JK dalam debat sesi akhir
capres-cawapres, Sabtu malam, untuk membentuk perusahaan hutan
masyarakat dan mempromosikan eco-tourism. Menurut Imam komitmen
itu berdampak positif bagi perlindungan hutan sekaligus meningkatkan
pendapatan lima juta keluarga di sekitar hutan.
Apalagi, pasangan nomor dua itu mengarahkan kegiatan produksi menjadi sistem produksi dengan zero waste
(nihil limbah). Imam mengatakan, limbah yang diolah secara produktif
bakal menghasilkan uang buat perusahaan, tapi tidak boleh lagi dianggap
sebagai biaya.
Contoh nyata pengolahan limbah yang bisa segera dilakan yakni
memanfaatkan polutan karbondioksida (CO2) batubara menjadi CO2 cair yang
bisa diekspor sebagai bahan baku industri. Teknologi itu disebut carbon capture.
"Teknologi semacam ini diberikan insentif pajak karena berpotensi sebagai penghasil devisa yang besar," ujarnya.
Saingi Brasil
Iman pun
menilai apa yang digagas oleh Jokowi-JK sebagai terobosan untuk bisa
mengimbangi Brasil dalam mengekspor pangan dan biofuel.
"Kalau kita ingin seperti Brasil sebagai eksportir terbesar pangan dan
biofuel, hari ini kita harus menambah lahan pertanian sebanyak 5,5 juta
hektare, atau di tahun 2045 kita harus menambah 9 juta hektare lahan
pangan," kata Iman di Jakarta, Minggu (6/7/2014).
Menurut dia, program Jokowi-JK untuk menambah areal sawah satu juta
hektare dan areal pangan kering sembilan juta hektare selama lima tahun
ke depan akan melampaui kemampuan Brasil dalam pangan dan biofuel pada
2045.
"Program ini sangat visioner dan akan diikuti dengan pembagian lahan tersebut kepada 4,5 juta petani," ujarnya.
Dengan program tersebut, dia meyakini kepemimpinan Jokowi-JK tidak hanya
memakmurkan petani, tetapi juga mentransformasikan Indonesia dari
importir pangan menjadi eksportir pangan dan biofuel terbesar di dunia.
Aria Bima
Tim Pemenangan Prabowo-Hatta seharusnya introspeksi diri dengan tidak
memberikan informasi tidak akurat kepada Prabowo Subianto yang ujungnya
bisa mempermalukan sang capres. Padahal, setiap capres, siapapun itu,
haruslah dijaga kehormatannya.
Hal itu disampaikan oleh Anggota Tim Pemenangan Jokowi-JK, Aria Bima,
menanggapi polemik pasca debat capres-cawapres tadi malam. Yakni
terkait pertanyaan Prabowo yang keliru kepada Jokowi soal koperasi.
Menurut Aria Bima, mungkin Tim Prabowo-Hatta ingin "mempermalukan"
Jokowi-JK dengan pertanyaan itu. Yang tak disadari, dampak pemberian
informasi keliru ke capres sangatlah besar.
"Dampaknya pun besar, ibarat ular menggigit buntutnya sendiri. Nampak
juga bahwa senjata terbukti makan tuan. Kita bisa bayangkan, betapa
malunya Prabowo atas tidak akuratnya informasi tim pendukungnya. Hanya
demi ambisi menang," kata Aria Bima di Jakarta, Minggu (6/7).
Bima coba membayangkan apa yang sebenarnya terjadi dengan pertanyaan
Prabowo ke Jokowi di debat soal komitmen soal perkoperasian itu.
Menurutnya, kemungkinan tim itu mencoba mencari titik lemah Jokowi. Maka
dirancanglah serangan dengan menghembuskan isi pidato Jokowi di
Indramayu. Serangannya dirancang sederhana, tetapi dahsyat, yakni
seolah-olah Jokowi tidak perlu koperasi.
Serangan dibangun lewat sejumlah media online, menjadi isu yang
kemudian ditangkap sebagai "kebenaran baru". Sialnya, hal itu kemudian
disampaikan ke tim debat Prabowo untuk dijadikan bahan serangan ke
Jokowi dalam debat.
"Maka bak senjata makan tuan. Serangan yang semula diharapkan
membikin Jokowi kelabakan, dengan mudahnya dihempaskan," kata Aria.
Untuk diketahui, merespons pertanyaan Prabowo itu, Jokowi menjawab,
"Mungkin Bapak salah baca, atau salah dengar. Saya kira semua orang
tahu, bahwa koperasi adalah sokoguru ekonomi kita."
Ketika pertanyaan serangan Prabowo itu ditujukan, asumsinya sangat
fatal yakni seolah Jokowi tidak tahu perintah konstitusi. Selain
pandangan itu merendahkan, kata Aria Bima, pelajaran terpenting dari
serangan salah sasaran ini adalah bahwa kampanye hitam menggelapkan mata
penyerangnya sendiri.
Todung Mulya Lubis
Salah satu advokat, Todung Mulya Lubis mengapresiasi pasangan capres dan
cawapres, Joko Widodo-Jusuf Kalla yang mengangkat 'kelompok
kepentingan' (mafia) sebagai akar persoalan ekonomi Indonesia yang tidak
berdikari, dalam debat capres-cawapres yang digelar KPU Sabtu malam
(5/7/2014).
"Saya bersyukur Pak Jusuf Kalla mengangkat soal mafia
migas. Ini persoalan akut yang kita hadapi sejak zaman Orde Baru. Tak
bisa diselesaikan karena kuatnya kepentingan kelompok tertentu yang
dekat dengan lingkar kekuasaan," kata Todung di Jakarta, seperti
diberitakan Antara, Minggu (6/7/2014).
Menurut Todung, yang juga
dikenal sebagai aktivis anti korupsi itu, publik pun paham siapa yang
dimaksud Jokowi sebagai kelompok kepentingan itu. Namun yang pasti,
terlihat di dalam debat itu, bahwa Jokowi dengan spirit perubahannya
siap memimpin negeri.
"Selain berpengalaman, komitmen Jokowi
hanya satu-satunya tunduk pada Konstitusi dan kehendak rakyat
menyiratkan satu hal. Bahwa Jokowi siap menghadapi kelompok kepentingan,
termasuk mafia migas," ujar Todung.
Pada kesempatan itu, Todung
juga memberi perspektif bahwa persoalan mafia migas bukan soal
perjanjian bagi hasil dengan kontraktor asing, dan bukan soal "cost
recovery". Persoalan mafia migas aktual yang dihadapi adalah persoalan
oil trading yang dimonopoli oleh mafia yang dekat dengan lingkar
kekuasaan. "Monopoli mafia inilah yang menggerus APBN dan memberatkan
subsidi.
Mengutip pernyataan dari Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), menurut Todung, bahwa korupsi yang paling besar adalah korupsi
energi yang dimotori oleh mafia migas.
"Saya harap KPK akan
menghajar mafia migas secara tuntas sampai ke akarnya. Jangan tebang
pilih. Saya harap pemerintah baru mendukung KPK memerangi mafia migas
yang telah menghisap uang rakyat," lanjutnya.
Menurut dia, apa
yang disuarakan KPK, sudah ditegaskan oleh Jokowi di dalam debat
capres-cawapres itu, sehingga diharapkan terwujudnya kedaulatan energi
sebagai pilar kebangkitan ekonomi pun semakin terbuka lebar.
Djayadi Hanan
Pengamat politik dari Saiful Mujani Research and Consulting ( SMRC)
Djayadi Hanan menilai debat calon presiden yang dilaksanakan semalam di
Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, merupakan penampilan terbaik bagi calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla. "Saya kira ini penampilan terbaik dari debat-debat sebelumnya," kata Djayadi, saat dihubungi, Minggu (6/7/2014).
Menurut
Djayadi, Jokowi dalam penampilan debat semalam cukup rileks dan santai.
Kemudian, kata Djayadi, penyampaian visi serta pertanyaan dan pendapat
dari kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, bisa dijawab Jokowi dengan
lugas dan jelas.
"Bahkan Jokowi menunjukan ketegasannya,"
ujarnya. "Jokowi juga tampak menyerang lawan tapi dengan pembawaannya
yang santai jadi seolah tidak terlihat menyerang dan bisa diatasi."
Sebaliknya,
kata Djayadi, di kubu Prabowo-Hatta, lebih tegang dan emosional.
"Keduanya kurang rileks, seperti pada debat pertama saja mereka terlihat
emosional," kata Djayadi. Menurut dia, secara keseluruhan, penampilan
debat semalam dimenangkan oleh kubu Jokowi-JK.
Debat semalam yang
bertema Pangan, Energi, dan Lingkungan Hidup ini merupakan debat calon
presiden putaran terakhir. Moderator debat kali ini Rektor Universitas
Diponegoro Sudharto P. Hadi. Dalam debat itu, baik Prabowo dan Jokowi
saling menyerang argumentasi pesaing mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar