Sebagai kandidat presiden yang akan memimpin negeri ini lima tahun ke depan, wajar jika Joko Widodo atau Jokowi dan PDIP yang mengusungnya sebagai calon presiden mendapatkan banyak kritikan.
Tapi bagi para pesaingnya, dibanding melakukan serangan yang sifatnya personal lebih baik dari sekarang secara aktif dan agresif menunjukkan diri berbeda dengan Jokowi, bukan menyamainya.
"Akan lebih baik dia (para capres) melakukan tantangan, ini platform saya, mana punyamu. Ini lebih baik timbang model serangan politik yang sifatnya personal. Ini tidak memberikan pendidikan apapun untuk masyarakat," kata peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Philips J Vermonte.
Phillips menilai tidak ada yang berlebihan dari berbagai kritik yang dialamatkan kepada Jowi maupun PDIP. Sebab kritik semacam itu merupakan bagian dari demokrasi. Namun ia mengingatkan, sebaiknya kritik atau ekspresi tidak suka dilakukan dalam koridor yang bermartabat.
"Wajar wajar saja. Itu kan kontestasi politik. Seberapa besar peluang Jokowi menang atas nama demokrasi tetap harus ada kontestasi," tandasnya.
Seperti diketahui, capres Partai Gerinda Prabowo Subianto beberapa kali melayangkan sindiran kepada Jokowi yang maju sebagai capres padahal saat didukung maju sebagai gubernur DKI berkomitmen untuk bekerja selama lima tahun.
Prabowo juga mengeluarkan sajak satire tentang pemimpin pembohong untuk menyindir Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri karena telah mengingkari Perjanjian Batu Tulis. Kritik juga datang dari politisi PKS Fahri Hamzah yang menyorot kebijakan Megawati Soekarnoputri mengobral aset negara saat menjadi presiden.
Phillips menganggap kritikan tersebut wajar. "Apa yang dilakukan Gerindra wajar. Namun bagaimana kemudian kritik, debat, ekpresi tidak suka dilakukan dengan cara yang bermartabat," tandasnya.
Sumber :
suaramerdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar