Rabu, 26 Februari 2014

Warisan Proyek Sutiyoso ke Jokowi yang Alot

Sulitnya realisasi pengerjaan proyek monorel sudah bukan cerita baru. Sejak zaman pemerintahan Gubernur Sutiyoso, pembicaraan di atas meja terkait mega proyek senilai total Rp 15 triliun itu sulit mendapat kata sepakat.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta Andi Baso Mappapoleon. Ketika itu, saat masih menjabat Kepala Biro Prasarana Kota, ia sempat ikut beberapa diskusi terkait monorel, yang disebutnya sering berubah-ubah.
“Waktu itu masih diskusi teknisnya. Dia bilang begini, saya bilang begitu, teman yang lain bilang begini, ya kita diskusikan saja, tapi belum sempat putus, closing date-nya sudah terlampaui dan financial-nya belum siap. Ya sudah, akhirnya ganti gubernur ya sudah putus,” kata Andi Baso membeberkan kepada detikcom, Senin (24/02/2014).
Andi menggambarkan, salah satu perbedaan yang sulit mendapat kata sepakat terutama mengenai jumlah penumpang dan kewajiban pemerintah DKI. Angka yang disodorkan oleh PT Jakarta Monorail yakni lebih dari 200 ribu penumpang per hari. Jumlah itu dinilai Andi terlalu tinggi sehingga ia meminta agar dikaji ulang dan angkanya diturunkan. “Hal ini terkait jaminan," ucapnya.
Artinya, kalau tidak terpenuhi jumlah penumpangnya, pemprov DKI diminta membayar kekurangan jumlah penumpang itu. Misalnya, Jakarta Monorail menetapkan sehari jumlah penumpangnya 225 ribu, tapi ternyata hanya 100 ribu. "Nah selisih 125 ribu itu kita diminta yang bayar," jelas Andi.
Hal tersebut, ujar Andi, yang kemarin membuat pemerintah provinsi DKI tidak langsung menerima. "Dan suruh coba dikaji dululah,” ungkap Andi.
Proyek "warisan" dari masa Sutiyoso itu masih tetap ditemukan mangkrak ketika Gubernur DKI sudah berganti ke Joko Widodo (Jokowi). Namun pada medio Oktober tahun lalu, Jokowi pun meresmikan pembangunan monorel. Groundbreaking di bilangan Kuningan dilakukan bekas Wali Kota Solo itu sebagai tanda pembangunan resmi dimulainya kembali.
Proyek monorel dinilai memang sudah salah dari awal karena diizinkan untuk proses pembangunan. Pasalnya, proses ini dianggap tidak menguntungkan karena berlatar belakang investasi swasta murni.
Pengamat transportasi dari Institut Studi Transportasi (Instran) Izzul Waro berpendapat tidak mungkin bisa swasta secara murni mendanai dan mengelola untuk proyek besar seperti monorel. "Hal ini dianggap secara bisnis tidak mengutungkan karena pemasukan dari tiket tidak akan bisa menutupi," kata Izul saat dihubungi detikcom, Rabu (26/02/2014).

Sumber :
detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar