Sulitnya realisasi pengerjaan proyek monorel sudah bukan cerita baru.
Sejak zaman pemerintahan Gubernur Sutiyoso, pembicaraan di atas meja
terkait mega proyek senilai total Rp 15 triliun itu sulit mendapat kata
sepakat.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta Andi Baso Mappapoleon. Ketika
itu, saat masih menjabat Kepala Biro Prasarana Kota, ia sempat ikut
beberapa diskusi terkait monorel, yang disebutnya sering berubah-ubah.
“Waktu
itu masih diskusi teknisnya. Dia bilang begini, saya bilang begitu,
teman yang lain bilang begini, ya kita diskusikan saja, tapi belum
sempat putus, closing date-nya sudah terlampaui dan financial-nya
belum siap. Ya sudah, akhirnya ganti gubernur ya sudah putus,” kata
Andi Baso membeberkan kepada detikcom, Senin (24/02/2014).
Andi menggambarkan, salah satu perbedaan yang sulit mendapat kata
sepakat terutama mengenai jumlah penumpang dan kewajiban pemerintah DKI.
Angka yang disodorkan oleh PT Jakarta Monorail yakni lebih dari 200
ribu penumpang per hari. Jumlah itu dinilai Andi terlalu tinggi sehingga
ia meminta agar dikaji ulang dan angkanya diturunkan. “Hal ini terkait
jaminan," ucapnya.
Artinya, kalau tidak terpenuhi jumlah
penumpangnya, pemprov DKI diminta membayar kekurangan jumlah penumpang
itu. Misalnya, Jakarta Monorail menetapkan sehari jumlah penumpangnya
225 ribu, tapi ternyata hanya 100 ribu. "Nah selisih 125 ribu itu kita
diminta yang bayar," jelas Andi.
Hal tersebut, ujar Andi, yang
kemarin membuat pemerintah provinsi DKI tidak langsung menerima. "Dan
suruh coba dikaji dululah,” ungkap Andi.
Proyek "warisan" dari masa Sutiyoso itu masih tetap ditemukan mangkrak
ketika Gubernur DKI sudah berganti ke Joko Widodo (Jokowi). Namun pada
medio Oktober tahun lalu, Jokowi pun meresmikan pembangunan monorel. Groundbreaking di bilangan Kuningan dilakukan bekas Wali Kota Solo itu sebagai tanda pembangunan resmi dimulainya kembali.
Proyek
monorel dinilai memang sudah salah dari awal karena diizinkan untuk
proses pembangunan. Pasalnya, proses ini dianggap tidak menguntungkan
karena berlatar belakang investasi swasta murni.
Pengamat
transportasi dari Institut Studi Transportasi (Instran) Izzul Waro
berpendapat tidak mungkin bisa swasta secara murni mendanai dan
mengelola untuk proyek besar seperti monorel. "Hal ini dianggap secara
bisnis tidak mengutungkan karena pemasukan dari tiket tidak akan bisa
menutupi," kata Izul saat dihubungi detikcom, Rabu (26/02/2014).
Sumber :
detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar