Rabu, 05 Februari 2014

Senada dengan Gerindra, Yusron Razak Sarankan Agar JokowiTak Nyapres

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) sebaiknya menahan diri untuk menjadi calon presiden (capres), dan sebaiknya fokus penanganan masalah Jakarta saja.
“Peluang Jokowi untuk menjadi capres memang ada, kalau dilihat dari berbagai lembaga survei elektabilitasnya di atas tokoh lain,” papar Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Prof Dr Yusron Razak, di Jakarta, Rabu (5/2/2014).
Ia mengatakan meskipun elektabilitas selalu unggul tapi tidak berarti Jokowi akan menang di Pemilu Presiden/Wakil Presiden nanti. Terbukti dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di beberapa daerah dengan juru kampanyenya Jokowi, ternyata  tidak mendongkrak perolehan suara calon kepala daerah yang didukungnya.
“Elektabilitas Jokowi selalu naik karena rajinnya blusukan yang mendapat sorotan media, sehingga membangun ‘trust’ (kepercayaan masyarakat). Tetapi, yang dibutuhkan seorang kepala daerah itu solusi bukan hanya blusukan saja,”  papar Yusron.
Ia menambahkan persoalan Jakarta sangat kompleks dari mulai banjir, kemacetan, kemiskinan dan lainnya. “Ini yang harus diselesaikan Pak Jokowi, dan kalau Pak Jokowi maju sebagai capres artinya bisa dianggap melepaskan tanggungjawab dari persoalan Jakarta,” papar Yusron.
Menurut dia, dalam penanganan Jakarta, Jokowi banyak melakukan tambal sulam saja dari program yang lama. “Sampai sekarang kita belum menemukan ide atau gagasan dari Pak Jokowi,” tutur Yusron.
Sebab itu, lanjut Yusron, Jokowi agar fokus kepada penyelesaian Jakarta terlebih dahulu. Ia menilai Jakarta ini miniatur Indonesia, dan kalau Jakarta sudah baik, maka 40 persen masalah Indonesia sudah selesai, ditambah lagi penyelesaian Jawa Barat dan Jawa Timur, maka akan elok melihat Indonesia.
Ditambahkan Yusron, sikap Jokowi yang tidak mau berkomentar soal pencapresannya, memang merupakan pernyataan bersayap, atau ‘wait and see’. Namun kita tetap berharap sebaiknya Jokowi agar tidak maju sebagai capres.
“Ada yang berpendapat 2014 ini merupakan momentum  bagi Pak Jokowi karena di Pemilu 2019, Pak Jokowi kehilangan momentum. Politik itu dinamis dan tidak bergantung waktu, semua bergantung kepada Pak Jokowi memainkan perannya dalam kepemimpinannya,” tutur Yusron.
Ia mencontohkan sosok SBY yang di Pemilu 2004, baik Partai Demokrat maupun SBY sendiri mendapat sambutan luar biasa dari rakyat Indonesia, tapi kenyataannya sekarang terus mendapat kritikan, kunjungannya ke daerah selalu didemo. “Ini karena masalah peran kepemimpinannya,” tutur Yusron.

Sumber :
Pos Kota

Tidak ada komentar:

Posting Komentar