Akademisi asal Universitas Indonesia Iberamsjah menilai sejak Joko
Widodo (Jokowi) menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, belum ada realisasi kerja
nyata yang ditunjukkan olehnya. Menurutnya, apabila Jokowi berhasil maju
sebagai calon presiden 2014, itu karena hanya ia unggul di pemberitaan
media massa setiap harinya.
"Yang membuat elektabilitas Jokowi
di survei itu naik dan maju menjadi capres itu kan karena pemberitaan
pers media. Kalau kinerja, jangan ditanya lagi, masih berantakan," kata
Iberamsjah saat dihubungi wartawan, di Jakarta, Senin (22/7/2013).
Program-program
yang sudah berjalan, seperti Kartu Jakarta Sehat (KJS), Kartu Jakarta
Pintar (KJP), dan seleksi jabatan terbuka pun masih banyak menemui
persoalan. Menurutnya, program-program itu, ia paksa untuk berjalan
cepat. Padahal, sistem dan regulasi yang digunakan masih belum sempurna.
Untuk membayar klaim rumah sakit atas KJS, menurut dia, semakin
dipersulit. Hal itulah yang menyebabkan beberapa rumah sakit enggan
bekerjasama dengan Pemprov DKI untuk melaksanakan KJS.
Selain
itu, mangkraknya gaji petugas kebersihan menunjukkan Jokowi tak pandai
dalam mengatur tugas staf dan bawahannya. Seleksi promosi jabatan
terbuka atau lelang jabatan, menurutnya, telah menabrak aturan dan
semakin menyingkirkan lulusan-lulusan IPDN, yang memang dididik untuk
menjadi aparat Pemprov DKI, seperti lurah dan camat.
"Birokrasi
DKI itu semakin rusak. Di lelang jabatan itu ada sistem senioritasnya.
Saya tahu persis, karena saya itu mengajar soal pemerintahan," kata
Iberamsjah.
Kinerja Jokowi untuk mengatasi kemacetan pun,
menurutnya, hingga saat ini belum kelihatan. Bahkan, Iberamsjah
mengatakan kalau Jakarta di bawah kepemimpinan Jokowi-Basuki justru
semakin macet dan lalu lintas semakin tidak teratur.
Titik
banjir, yang pada tahun 2007 hanya sekitar di sembilan kecamatan, kata
dia, di bawah kepemimpinan Jokowi, titik banjir justru semakin
bertambah. Hal ini dibuktikan dengan peristiwa banjir yang menerpa
Jakarta di awal tahun 2013 lalu. Selain titik banjir yang semakin
bertambah, permukiman kumuh juga semakin bertambah.
Janji Jokowi
untuk tidak menggusur Pedagang Kaki Lima (PKL), menurutnya juga
diingkari oleh Jokowi. Hal itu dibuktikan dengan penataan PKL di Tanah
Abang, Jatinegara, dan Pasar Minggu.
"Jadi, intinya Jokowi itu
tidak usah memikirkan elektabilitas untuk menjadi presiden. Konsentrasi
saja urusi Jakarta sesuai dengan janji-janji kampanye. Masak kemarin
Solo ditinggal dan membuat warga Solo kecewa, sekarang Jakarta mau
ditinggal juga," tegasnya.
Aksi blusukan yang kerap dilakukan
Jokowi pun dianggap sebagai upaya pencitraan. Mulai dari aksinya masuk
ke gorong-gorong, hingga melihat tumpukkan sampah di pinggir pintu air
Manggarai. Dari hasil blusukannya itu, menurutnya tak ada realisasi
seusai ia blusukan.
Contohnya saja Dinas Pekerjaan Umum DKI yang
hingga kini tidak melebarkan diameter gorong-gorong Bundaran Hotel
Indonesia. Menurutnya, ada saja wacana baru yang terlontar dari
Jokowi-Basuki, sehingga menutup isu lama yang seharusnya dikerjakan oleh
mereka.
Selanjutnya, Jokowi pun diimbau untuk memiliki master plan yang jelas agar ia dapat mengetahui akan dibawa kemana Jakarta ke depannya. Melalui master plan itu, ia bersama pejabat Pemprov DKI lainnya dapat merealisasikan program unggulan dengan jelas dan terencana.
Kembali,
Iberamsjah menuding kalau program-program unggulan yang dimiliki Jokowi
hanyalah program lama atau program pemerintah sebelumnya yang hanya ia
teruskan dan ia ganti namanya.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar