Belasan pedagang di ITC Mangga Dua, Jakarta Utara, mendatangi
Balaikota Jakarta, Selasa Sore (3/9/2013). Mereka mengadukan kondisi
kiosnya yang gelap gulita selama beberapa hari terakhir akibat manajemen
yang tidak transparan dan penuh kongkalikong.
Grace (39), salah seorang pedagang asesori wanita di lantai 4,
Blok D 76, mengatakan, lampu kios dipadamkan oleh pengelola gedung sejak
Senin (2/9/2013) hingga Selasa kemarin secara bertahap. Pada Senin,
jumlah kios yang dipadamkan sekitar 60 unit, sedangkan pada Selasa
jumlahnya meningkat menjadi 672 kios.
"Dua hari kemarin dimatikan lampunya sama pengelola. Kios saya
jadi gelap gulita, suasana jualan jadi sangat enggak nyaman kalau
gelap," ujarnya.
Wanita yang telah 14 tahun berjualan di tempat itu menjelaskan,
pemadaman bertahap kios-kios itu dipicu oleh manajemen yang tidak
transparan. Menurut Grace, pedagang di ITC Mangga Dua memiliki semacam
induk yang mewadahi ratusan pedagang, yakni bernama Perhimpunan Penghuni
Rumah Susun (PPRS). Pedagang memberikan iuran per bulan ke PPRS untuk
sejumlah kebutuhan operasional pedagang, yakni listrik, biaya cadangan (sinking fund), service charge, pajak.
Besaran iuran itu tergantung jumlah kios yang disewa. Ada yang Rp
8 juta, Grace sendiri membayar iuran sebesar Rp 5 juta. "Tiap tahun,
harusnya ada laporan keuangannya kepada pedagang. Ini enggak sama
sekali. Mereka malah mengaku kurang, sehingga listrik mau tak mau harus
dipadamkan supaya biayanya tidak mahal. Lah duit kita dikemanain aja?" kata Grace.
Any (39), pedagang baju muslim di lantai 4 Blok AB 60-64 ITC
Mangga Dua, sudah mencium gelagat tak transparan dari PPRS. Sejak
dibentuk pada awal mula gedung ITC berdiri, pucuk pimpinan PPRS bukan
perwakilan pedagang, melainkan karyawan pengembang yang membangun
bangunan ITC Mangga Dua itu.
"Harusnya pengembang setelah kiosnya laku ya lepas. Biarkan kami
pedagang hidup sendiri dengan penganggaran sendiri yang kita butuhkan.
Ini kayaknya enggak rela duit dikelola kita," ujarnya.
Any melanjutkan, pedagang telah melaporkan ketidakberesan itu ke
Polres Metro Jakarta Utara. Namun, meski PPRS telah dinyatakan bersalah
dalam tiga kali pertemuan, perubahan manajemen dan kebijakan anggaran
tidak juga berubah. Malah ketidakberesan kian menjadi.
Menemui jalan buntu di kepolisian, pedagang pun mengirim surat
kepada Gubernur DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Namun, undangan mediasi
yang dilakukan pemerintah antara pedagang dan PPRS menemui jalan buntu.
PPRS tidak bersedia datang ke mediasi tersebut dan hanya mengirim satu
orang pengacaranya sebagai perwakilan.
"Kita minta keadilan yang sebenar-benarnya. Kita minta bantuan Gubernur Jokowi-Ahok melirik masalah kita," ujar Any.
Hingga berita ini ditayangkan, belum berhasil
mendapat konfirmasi dari pengelola PPRS. Gubernur DKI Jakarta Joko
Widodo (Jokowi) juga belum bersedia berkomentar mengenai masalah tersebut. Ia
ingin mempelajari terlebih dahulu.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar