Sesuai Rencana, Jumat hingga Minggu (6-8/9/2013), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menggelar Rapat Kerja Nasional III di Jakarta. Rakernas terakhir sebelum
Pemilu 2014 ini akan diikuti sekitar 1.200 orang.
Terkait
rakernas itu, banyak kalangan bertanya tentang nasib Gubernur DKI
Jakarta Joko Widodo (Jokowi) pada Pemilihan Presiden 2014. Apakah Ketua
Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri yang di Rakernas I (2011) diberi
mandat memutuskan capres dari PDI-P akan menggunakan rakernas ini untuk
mengumumkan sosok yang akan diusung di Pilpres 2014? Apakah rakernas ini
akan jadi tempat bagi Jokowi ditetapkan sebagai capres PDI-P? Apakah
PDI-P mengusung calon lain?
Belum ada jawaban pasti atas berbagai
pertanyaan itu. PDI-P agaknya belajar dari Pilpres 2009, hingga mereka
terkesan hati-hati meski sejumlah survei menunjukkan, saat ini Jokowi
punya elektabilitas tertinggi.
Megawati adalah orang pertama yang
menyatakan bersedia dicalonkan sebagai presiden pada Pilpres 2009.
Kesediaan itu disampaikan dalam pidato tanpa teks saat menutup Rapat
Koordinasi Nasional PDI-P di Jakarta, (10/9/2007).
Posisi
PDI-P waktu itu sedang bagus. Sejumlah survei menyebutkan, PDI-P ada di
posisi pertama dan kedua jika pemilu digelar saat itu. Sebaliknya,
Partai Demokrat anjlok dan ada peningkatan kekecewaan terhadap kinerja
pemerintah.
Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat (PD) Marzuki
Alie, awal Agustus lalu, menuturkan, elektabilitas partainya tahun 2008
anjlok di bawah 10 persen.
Namun, sejumlah kejadian segera
terjadi setelah itu. Agustus 2008, Agus Condro, anggota DPR dari PDI-P,
mengaku menerima cek perjalanan senilai Rp 500 juta. Sejumlah kader
PDI-P, seperti Panda Nababan, lalu diproses hukum.
Tahun 2008,
pemerintah juga meluncurkan sejumlah program populis, seperti bantuan
langsung tunai sebagai kompensasi kenaikan harga BBM. Harga BBM yang
sempat dinaikkan pada pertengahan tahun kembali diturunkan tiga kali.
Berbagai
kejadian itu diyakini ikut mengubah konfigurasi kekuatan politik saat
itu. Elektabilitas Demokrat dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) melonjak. Hal sebaliknya dialami PDI-P yang terlempar ke posisi ketiga.
Pengalaman ini setidaknya mengajarkan, dalam politik ada banyak faktor
yang harus diperhitungkan. Kemenangan atau kekalahan kadangkala
ditentukan pada saat-saat akhir.
Kesadaran itu diduga ikut
menjadi pertimbangan hingga Sekretaris Jenderal PDI-P Tjahjo Kumolo
menegaskan, partainya tak akan menggunakan forum rakernas mendatang
untuk menetapkan capres dan cawapres.
”PDI-P dan Ibu Megawati
selalu mencermati dinamika politik yang ada, masalah capres dan cawapres
akan diumumkan pada saat yang tepat. Namun, jika ada daerah yang
menyebut masalah capres-cawapres, itu bagian dari dinamika,” kata
Tjahjo.
Pada saat yang sama, PDI-P harus menjaga harapan sebagian
kader dan masyarakat yang minta Jokowi segera ditetapkan sebagai
capres. PDI-P juga harus menjaga momentum dan kader potensialnya,
seperti Jokowi, dari serangan atau rayuan lawan politiknya. Inilah
dilema PDI-P saat ini.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar