Rabu, 04 September 2013

Mengapa PDI-P Harus Extra Hati-hati Menjaga Capres Jokowi

Sesuai Rencana, Jumat hingga Minggu (6-8/9/2013), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menggelar Rapat Kerja Nasional III di Jakarta. Rakernas terakhir sebelum Pemilu 2014 ini akan diikuti sekitar 1.200 orang.
Terkait rakernas itu, banyak kalangan bertanya tentang nasib Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) pada Pemilihan Presiden 2014. Apakah Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri yang di Rakernas I (2011) diberi mandat memutuskan capres dari PDI-P akan menggunakan rakernas ini untuk mengumumkan sosok yang akan diusung di Pilpres 2014? Apakah rakernas ini akan jadi tempat bagi Jokowi ditetapkan sebagai capres PDI-P? Apakah PDI-P mengusung calon lain?

Belum ada jawaban pasti atas berbagai pertanyaan itu. PDI-P agaknya belajar dari Pilpres 2009, hingga mereka terkesan hati-hati meski sejumlah survei menunjukkan, saat ini Jokowi punya elektabilitas tertinggi.

Megawati adalah orang pertama yang menyatakan bersedia dicalonkan sebagai presiden pada Pilpres 2009. Kesediaan itu disampaikan dalam pidato tanpa teks saat menutup Rapat Koordinasi Nasional PDI-P di Jakarta, (10/9/2007).

Posisi PDI-P waktu itu sedang bagus. Sejumlah survei menyebutkan, PDI-P ada di posisi pertama dan kedua jika pemilu digelar saat itu. Sebaliknya, Partai Demokrat anjlok dan ada peningkatan kekecewaan terhadap kinerja pemerintah.

Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat (PD) Marzuki Alie, awal Agustus lalu, menuturkan, elektabilitas partainya tahun 2008 anjlok di bawah 10 persen.

Namun, sejumlah kejadian segera terjadi setelah itu. Agustus 2008, Agus Condro, anggota DPR dari PDI-P, mengaku menerima cek perjalanan senilai Rp 500 juta. Sejumlah kader PDI-P, seperti Panda Nababan, lalu diproses hukum.

Tahun 2008, pemerintah juga meluncurkan sejumlah program populis, seperti bantuan langsung tunai sebagai kompensasi kenaikan harga BBM. Harga BBM yang sempat dinaikkan pada pertengahan tahun kembali diturunkan tiga kali.

Berbagai kejadian itu diyakini ikut mengubah konfigurasi kekuatan politik saat itu. Elektabilitas Demokrat dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melonjak. Hal sebaliknya dialami PDI-P yang terlempar ke posisi ketiga. Pengalaman ini setidaknya mengajarkan, dalam politik ada banyak faktor yang harus diperhitungkan. Kemenangan atau kekalahan kadangkala ditentukan pada saat-saat akhir.

Kesadaran itu diduga ikut menjadi pertimbangan hingga Sekretaris Jenderal PDI-P Tjahjo Kumolo menegaskan, partainya tak akan menggunakan forum rakernas mendatang untuk menetapkan capres dan cawapres.

”PDI-P dan Ibu Megawati selalu mencermati dinamika politik yang ada, masalah capres dan cawapres akan diumumkan pada saat yang tepat. Namun, jika ada daerah yang menyebut masalah capres-cawapres, itu bagian dari dinamika,” kata Tjahjo.

Pada saat yang sama, PDI-P harus menjaga harapan sebagian kader dan masyarakat yang minta Jokowi segera ditetapkan sebagai capres. PDI-P juga harus menjaga momentum dan kader potensialnya, seperti Jokowi, dari serangan atau rayuan lawan politiknya. Inilah dilema PDI-P saat ini.

Sumber :
kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar