Ketua DPP Partai Golkar Yoris Raweyai menyadari rendahnya elektabilitas Aburizal Bakrie sebagai capres pasca pemilu legislatif. Yoris mengatakan, partai harus bijak memilih cawapres Ical untuk memastikan diri menang dalam pemilu 2014.
"Golkar partai paling tua, dan memasuki reformasi 3 kali pemilu 1999, 2004 dan 2009 Golkar mengalami kekalahan.
Dengan berbagai pengalaman dan kedewasan dalam berpolitik sehingga harus lebih hati-hati dan tak terburu-buru ekspos sesuatu yang berimpliksi pada potensi seperti sekarang (cawapres-red)," kata Yoris Raweyai.
Hal itu disampaikan dalam diskusi Hotel Grand Alia Cikini Menteng Jakarta Pusat, Minggu (27/4/2014).
Pada pilpres 2004 Golkar sempat mensiasati dengan menggelar konvensi, namun suara Golkar berhasil naik tapi capresnya stagnan. Pemilu 2009 tak pakai konvensi tapi Golkar kalah juga.
Dari dua pengalaman itu Golkar pada pemilu 2014 mendorong ketua umum Aburizal Bakrie untuk menjadi capres. Berbagai cara sosliasasi pencitraan untuk angkat popularitas Ical dilakukan Golkar.
"Dia bukan orang Jawa, umur juga relatif sudah tua 65-66 tahun. Bagaimana ada perubahan untuk bangsa, karena Golkar punya blueprint 2045? Antara mengangkat Aburizal dengan elektabilitas parpol," ujarnya.
Tapi menurut Yoris, sampai 2013 terjadi anomali, elektabilitas Ical tak mampu terangkat justru cenderung statis dan menurun dibanding capres lain seperti Jokowi dan Prbowo.
"Dari berbagai survei disandingkan (dengan siapapun) sama juga. Aburizal yang paling sulit dan Golkar sadar itu," imbuh Yoris.
Atas evaluasi itulah maka pada Rapimnas 3 Mei mendatang, Golkar selain akan menentukan cawapres Ical yang tepat, juga evaluasi kerja-kerja pemenangan.
"Perubahan akan terjadi melalui mekanisme partai bukan media atau tekanan. Kita akan Rapimnas membicarakan evaluasi BKPP tentang hasil pileg dan menentukan cawapres," ucap politisi asal Papua itu. [detik]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar