Rabu, 11 Desember 2013

RDTR, Kala Sang Gubernur Melucuti Kewenangan Diri Sendiri

Penetapan Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), diprediksi memberi dampak positif untuk penataan tata ruang di Jakarta yang telanjur semrawut. Melalui Perda itu, kewenang Gubernur dilucuti,  peruntukan lahan yang pada era sebelumnya dapat diubah melalui tanda tangan sang gubernurnya, asalkan membayar retribusi kepada Pemprov DKI, sekarang tidak boleh. Pembangunan Jakarta berkiblat ke RDTR.
"Kalau dulu kan melalui retribusi, bayar berapa, gubernur dapat menandatangani perubahan. Kalau sekarang tidak boleh," ujar Kepala Dinas Tata Ruang Gamal Sinurat seusai rapat paripurna Perda RDTR yang dihadiri Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) di Gedung DPRD DKI, Rabu (11/12/2013).
Untuk sejumlah wilayah di DKI yang sudah telanjur melanggar tata ruang sesuai RDTR, Gamal mengungkapkan tak akan dibongkar. Mengingat, ada banyak wilayah di Jakarta yang telah melanggar, yakni Tebet, Jakarta Selatan; Tambora, Jakarta Barat; Kemang dan Pondok Indah, Jakarta Selatan; dan lain-lain.
"Di daerah yang sudah telanjur salah, kita terapkan kebijakan, namanya teknik pengendalian pertumbuhan. Boleh tetap berjalan, tapi ada syarat, misalnya parkir harus ada, lantai enggak boleh ditambah, pokoknya tidak boleh mengganggu lingkungan," ujarnya.
Kendati demikian, Gamal menegaskan, kebijakan permisif itu cuma diberlakukan untuk kawasan yang melanggar rencana tata ruang dengan wilayah yang luas. Sementara untuk bangunan yang yang melanggar dengan luas kecil, itu tetap akan dibongkar oleh Dinas atau Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan.
Bahkan, jika terbukti melanggar dalam skala besar, Gamal pun memastikan yang bersangkutan dapat dikenakan pasal pidana. Hanya, penggunaan pasal pidana tersebut harus melalui pembentukan peraturan turunan semacam peraturan gubernur (pergub) terlebih dulu. Adapun pergub yang dimaksud tengah digodok oleh pihaknya.

Jokowi andalkan SKPD
Gubernur DKI Jakarta mengungkapkan Perda soal RDTR mencakup banyak poin, antara lain soal tujuan penataan ruang masing-masing kecamatan di Jakarta, rencana pola ruang, rencana jaringan sarana dan prasarana, rencana pemanfaatan ruang, dan rencana kawasan yang diprioritaskan penanganannya.
Artinya, melalui Perda yang terdiri dari 23 bab dan 672 pasal ini, Jakarta telah memiliki perencanaan tata ruang secara lebih detail. Namun, meski sudah terencana dan tidak dapat diganggu-gugat, bahkan oleh tanda tangannya, Jokowi mengaku masih khawatir ada bawahannya yang main mata dengan pelanggar tata tuang.
Ia mewanti-wanti tingkatan lurah, camat, suku dinas, hingga pejabat dinas terkait untuk mematuhi rencana Jakarta tersebut. "Jangan sampai gara-gara amplop, lobi, RDTR yang sudah kita rancang, sudah kita sepakati, amburadul. Saya ndak mau kayak yang dulu-dulu lagi dan saya ndak mau lihat yang lalulah," ujarnya.
Anggota Badan Legislasi Daerah DPRD DKI, Perdata Tambunan, mengungkapkan, apresiasi positifnya atas penetapan Perda itu. Kini, kata Perdata, Jokowi harus membuat peraturan lain yang berkaitan dengan Perda RDTR agar tata ruang semakin optimal.
"Kita harap eksekutif segera menyosialisasikan Perda ini kepada masyarakat agar semua pihak tak lagi melanggar," ujar Perdata.
Badan Legislasi Daerah DPRD Jakarta menetapkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) lewat rapat paripurna pada Rabu (11/12/2013) siang. Perda RDTR tersebut diketahui sempat lama dibahas DPRD DKI lebih dari setahun sebelumnya.
RDTR merupakan bentuk lebih detail dan rinci dari Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030. Tanpa RDTR, pembangunan di Jakarta dipastikan tak terencana.
Penetapan RDTR melibatkan peran serta masyarakat melalui berbagai kegiatan, mulai dari penjaringan aspirasi pakar, aksi lokakarya di tiap kelurahan dan kecamatan, pembahasan kajian dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Diharapkan dengan melibatkan masyarakat, tata ruang di Jakarta mengakomodasi orang-orang yang tinggal di dalamnya.

Sumber :
kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar