Penetapan Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR), diprediksi memberi dampak positif untuk penataan tata ruang di
Jakarta yang telanjur semrawut. Melalui Perda itu, kewenang Gubernur dilucuti, peruntukan lahan yang
pada era sebelumnya dapat diubah melalui tanda tangan sang gubernurnya,
asalkan membayar retribusi kepada Pemprov DKI, sekarang tidak boleh.
Pembangunan Jakarta berkiblat ke RDTR.
"Kalau dulu kan melalui
retribusi, bayar berapa, gubernur dapat menandatangani perubahan. Kalau
sekarang tidak boleh," ujar Kepala Dinas Tata Ruang Gamal Sinurat seusai
rapat paripurna Perda RDTR yang dihadiri Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo
(Jokowi) di Gedung DPRD DKI, Rabu (11/12/2013).
Untuk sejumlah
wilayah di DKI yang sudah telanjur melanggar tata ruang sesuai RDTR,
Gamal mengungkapkan tak akan dibongkar. Mengingat, ada banyak wilayah di
Jakarta yang telah melanggar, yakni Tebet, Jakarta Selatan; Tambora,
Jakarta Barat; Kemang dan Pondok Indah, Jakarta Selatan; dan lain-lain.
"Di
daerah yang sudah telanjur salah, kita terapkan kebijakan, namanya
teknik pengendalian pertumbuhan. Boleh tetap berjalan, tapi ada syarat,
misalnya parkir harus ada, lantai enggak boleh ditambah, pokoknya tidak
boleh mengganggu lingkungan," ujarnya.
Kendati demikian, Gamal
menegaskan, kebijakan permisif itu cuma diberlakukan untuk kawasan yang
melanggar rencana tata ruang dengan wilayah yang luas. Sementara untuk
bangunan yang yang melanggar dengan luas kecil, itu tetap akan dibongkar
oleh Dinas atau Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan.
Bahkan,
jika terbukti melanggar dalam skala besar, Gamal pun memastikan yang
bersangkutan dapat dikenakan pasal pidana. Hanya, penggunaan pasal
pidana tersebut harus melalui pembentukan peraturan turunan semacam
peraturan gubernur (pergub) terlebih dulu. Adapun pergub yang dimaksud
tengah digodok oleh pihaknya.
Jokowi andalkan SKPD
Gubernur
DKI Jakarta mengungkapkan Perda soal RDTR mencakup banyak poin, antara
lain soal tujuan penataan ruang masing-masing kecamatan di Jakarta,
rencana pola ruang, rencana jaringan sarana dan prasarana, rencana
pemanfaatan ruang, dan rencana kawasan yang diprioritaskan
penanganannya.
Artinya, melalui Perda yang terdiri dari 23 bab
dan 672 pasal ini, Jakarta telah memiliki perencanaan tata ruang secara
lebih detail. Namun, meski sudah terencana dan tidak dapat
diganggu-gugat, bahkan oleh tanda tangannya, Jokowi mengaku masih
khawatir ada bawahannya yang main mata dengan pelanggar tata tuang.
Ia
mewanti-wanti tingkatan lurah, camat, suku dinas, hingga pejabat dinas
terkait untuk mematuhi rencana Jakarta tersebut. "Jangan sampai
gara-gara amplop, lobi, RDTR yang sudah kita rancang, sudah kita
sepakati, amburadul. Saya ndak mau kayak yang dulu-dulu lagi dan saya ndak mau lihat yang lalulah," ujarnya.
Anggota
Badan Legislasi Daerah DPRD DKI, Perdata Tambunan, mengungkapkan,
apresiasi positifnya atas penetapan Perda itu. Kini, kata Perdata,
Jokowi harus membuat peraturan lain yang berkaitan dengan Perda RDTR
agar tata ruang semakin optimal.
"Kita harap eksekutif segera menyosialisasikan Perda ini kepada masyarakat agar semua pihak tak lagi melanggar," ujar Perdata.
Badan
Legislasi Daerah DPRD Jakarta menetapkan Peraturan Daerah (Perda)
tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) lewat rapat paripurna pada Rabu
(11/12/2013) siang. Perda RDTR tersebut diketahui sempat lama dibahas
DPRD DKI lebih dari setahun sebelumnya.
RDTR merupakan bentuk
lebih detail dan rinci dari Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah 2030. Tanpa RDTR, pembangunan di Jakarta dipastikan
tak terencana.
Penetapan RDTR melibatkan peran serta masyarakat
melalui berbagai kegiatan, mulai dari penjaringan aspirasi pakar, aksi
lokakarya di tiap kelurahan dan kecamatan, pembahasan kajian dari satuan
kerja perangkat daerah (SKPD). Diharapkan dengan melibatkan masyarakat,
tata ruang di Jakarta mengakomodasi orang-orang yang tinggal di
dalamnya.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar