Rabu, 23 Oktober 2013

Jokowi Bukan Superman

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) bukan "superman" atau manusia super. Apalagi jika Jokowi diusung sebagai calon presiden (capres). Jokowi jangan dibebankan menyelesaikan persoalan bangsa.
Hal itu disampaikan peneliti senior Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo Diskusi yang digelar Radar Politik bertajuk "Dibalik Elektabilitas Jokowi, Siapa Dirugikan?", di Jakarta, Rabu (23/10/2013).
"Jokowi bukan superman. Jokowi hanya manusia biasa, tidak bisa menyulap atau perbaiki situasi bangsa yang multikompleks hanya dalam waktu sekejap," kata Karyono.
Karyono menambahkan, Jokowi perlu mendapat dukungan dari segenap komponen bangsa jika memang bakal diusung menjadi capres pada pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) 2014.
Pada bagian lain, Karyono berpendapat, Jokowi merupakan sosok pemimpin yang sesuai dengan harapan publik saat ini. Karena itulah, lanjutnya, elektabilitas dan popularitas Jokowi sebagai capres terus meningkat.
"Publik merindukan seorang pemimpin yang merakyat, sederhana, bersih, jujur. Jokowi dipersepsikan publik sebagai tokoh seperti itu. Publik juga sudah muak dengan janji-janji pemimpin saat ini, beda dengan Jokowi yang kerap buktikan kerjanya," ujar Karyono.
Dia menyatakan, seluruh kandidat presiden akan "menderita" jika Jokowi maju dalam pilpres 2014. Namun, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sudah pasti mendapat kerugian paling besar jika tidak mengusung Jokowi.
"Semua kandidat capres saat ini dirugikan kalau Jokowi diusung PDI-P sebagai capres. Sebaliknya, PDI-P akan rugi besar atau menderita kalau tidak calonkan Jokowi," tegas mantan peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network ini.
Pada kesempatan yang sama, pengamat politik dari Universitas Islam Nasional (UIN) Syarif Hidayatullah, Gun Gun Heryanto mengatakan, Jokowi mempunyai sisi historis berjenjang hingga akhirnya dikenal sebagai tokoh nasional.
"Jokowi mengawali karier sebagai Wali Kota di Solo. Jokowi punya historis berjenjang. Ini berbeda dengan tipe pemimpin nasional lainnya. Jokowi menunjukkan wajah birokrasi elitis ke pemimpin yang transformatif," kata Heryanto.
Sementara itu, pembicara lainnya yakni Manajer Riset Pol-Tracking Institute, Arya Budi mengatakan, partisipasi pemilih pada pilpres 2014 sangat ditentukan oleh Jokowi.
"Saat ini pemilih pemula mulai memastikan dirinya terasosiasi dengan Jokowi. Jokowi mampu menyedot suara golput. Inilah yang dikhawatirkan banyak partai," kata Arya.
Dia menjelaskan, salah satu faktor penyebab partisipasi pemilih meningkat adalah lahirnya pemimpin yang mampu memberi harapan.
"Publik sekarang berharap Jokowi maju di pilpres. Fakta ini pernah terjadi di Amerika Serikat (AS) ketika Obama (Presiden AS, Barrack Obama) tampil. Ini persis seperti fenomena kita saat ini dengan hadirnya Jokowi," jelasnya.

Sumber :
beritasatu.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar