Kelanjutan proyek moda transportasi massal berbasis rel (mass rapid transit/MRT)
belum juga diputuskan. Meski antusias menggarap proyek ini, Gubernur
DKI Jakarta Joko Widodo tampak sangat hati-hati sebelum mengeluarkan
putusan. Setidaknya hal itu terlihat dari beberapa langkah yang diambil
Jokowi.
Ketika ada desakan untuk merealisasikan proyek itu, Jokowi meresponsnya dengan membuka diri terhadap berbagai aspirasi. Dua public hearing digelar. Pada pertengahan Februari lalu, mantan Wali Kota Surakarta ini optimistis dapat mengambil keputusan setelah public hearing MRT kedua digelar pada 20 Februari 2013. Ternyata, hingga waktu tersebut belum juga diputuskan.
Bila proyek sejenis, monorel, masih terganjal dokumen pelunasan
hutang-saham dan dokumen calon investor, untuk proyek MRT, Jokowi belum
mengambil keputusan karena PT MRT Jakarta dianggap belum menyampaikan
hal-hal terkait proyek itu secara gamblang. Terutama, mengenai hitungan daya angkut moda transportasi ini, serta jaminan tarif yang bisa dijangkau masyarakat.
Karena
tak kunjung ada kejelasan, Jokowi langsung meminta agar dibuat tim
khusus untuk melakukan kajian MRT. Tim itu mulai bekerja pada akhir
Februari dengan melibatkan Pemerintah Provinsi DKI, PT MRT Jakarta, dan
elemen masyarakat. Jokowi sengaja meminta dibentuk tim khusus karena tak
puas dengan kinerja PT MRT. Tim khusus kini telah bekerja dan
menyampaikan laporannya kepada Jokowi.
"Sudah sampai ke saya
(hasil kajian tim khusus), tapi saya suruh telaah, legalnya masih di
Biro Hukum. Karena ini proyek yang besar sekali, puluhan triliun, jadi
saya harus hati-hati. Insya Allah dalam bulan ini saya pastikan
pembangunan MRT," kata Jokowi, di Balaikota Jakarta, akhir pekan lalu.
Dalam
banyak kesempatan, Jokowi sering memberi sinyal akan segera
mengeksekusi pembangunan MRT. Antusiasme Jokowi pada MRT didasari
keyakinan bahwa MRT akan populer dan digunakan masyarakat Ibu Kota.
Sebagai pemikatnya, ia meminta tarif MRT sama dengan negara lain,
misalnya Singapura, yang mematok tarif satu dollar Singapura per orang.
Sementara, hasil kajian PT MRT Jakarta, tarif transportasi ini
berkisar Rp 15.000 per orang dengan asumsi jumlah penumpang mencapai
174.000-261.800 per hari, dan subsidi pemerintah Rp 3,1 triliun dalam 11
tahun, atau Rp 2,2 triliun dalam 22 tahun. Bila tanpa subsidi, tarifnya
bisa mencapai Rp 35.000 per orang.
Selain mendesak pengurangan
tarif, Jokowi juga menyatakan akan membuat aturan tegas yang "memaksa"
masyarakat agar beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.
Peraturan itu, di antaranya, pembatasan operasional kendaraan
berdasarkan pelat nomor (genap-ganjil), jalan berbayar (electronic road pricing/ERP), dan pajak parkir tinggi.
Pemerintah Pusat telah memutuskan akan menanggung 49 persen biaya
investasi dan 51 persen sisanya ditanggung Pemprov DKI. Pihak pendonor,
Japan International Cooperation Agency (JICA) tidak keberatan dengan
komposisi investasi tersebut. Sejauh ini, JICA menyetujui pinjaman dana
sebesar Rp 15 triliun untuk proyek MRT di ruas Depot-Lebak Bulus sampai
Sisingamangaraja dengan konsep jalan layang (luas 9,8 kilometer), dan
ruas Senayan-Bundaran Hotel Indonesia (HI) dibangun di bawah tanah
dengan luas 5,9 kilometer. Namun, belum ada persetujuan pinjaman untuk
ruas berikutnya dari Bundaran HI ke Kampung Bandan (8,1 kilometer).
Sumber :
megapolitan.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar