Senin, 31 Maret 2014

Jokowi Nilai Pemerintah Tak Serius Pasarkan Kerajinan Rakyat

Kandidat tunggal calon presiden dari PDI Perjuangan (PDIP) Joko Widodo (Jokowi) mengunjungi pengrajin anyaman bambu milik Pak Warno Mudin di Desa Ringin Agung, Magetan, Jawa Timur.
Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan, pemerintah pusat kali ini tidak serius memasarkan kerajinan ke luar negeri. Ini terlihat dari harga kerajinan tangan di Indonesia masih sangat rendah.
Jokowi mengungkapkan, salah satu komoditas eksport yang diminati manca-negara adalah anyaman bambu. Bahkan kualitas yang dimiliki Indonesia sudah di atas rata-rata. Namun tidak dapat bersaing karena kurangnya pemasaran.
"Barang seperti ini (anyaman bambu) sebetulnya komoditas ekspor. Kelemahannya di marketing," ujarnya usai mengunjungi Pengrajin anyaman bambu milik Pak Warno Mudin, Senin (31/3/2014).
Oleh karena itu, untuk mendukung terbangunnya pasar internasional pemerintah pusat harus ambil bagian. Caranya dengan mengerahkan tim marketing dan menggunakan jaringan kedutaan besar Indonesia yang berada di berbagai belahan dunia.
"Fungsikan marketing, kedutaan, internasional trad dan promotion center di semua negara. Tapi bagaimana negara hadir mendukung industri kecil. Agar harganya bisa melonjak tinggi. Satu barangnya harganya cuman Rp 8.000," tegasnya.
Jokowi juga mengharapkan pengrajin membangun kelompok atau koperasi untuk saling mendukung, dan tidak sekadar berpangku tangan. Karena dengan begitu, ia mengharapkan, mampu membuat pengrajin menembus pasar internasional.
"Mengekspor sendiri pengrajin seperti ini harus membentuk sebuah kelompok, membentuk koperasi baik untuk mengakses modal maupun kita didorong untuk dapat mengakses pasar langsung," tutupnya.
Selain bicara pemasaran kerajinan tangan, di tempat itu Jokowi juga menjelaskan alasan mengunjungi petani di Desa Kauman, Widodaren, Ngawi, Jawa Timur.
Jokowi mengatakan, ingin mengetahui permasalahan apa yang sedang dialami oleh petani Indonesia. Untuk mendapatkan informasi yang valid, ia memutuskan untuk menanyakannya secara langsung.
"Saya tanya tadi ke petani mengenai kesulitan yang real di pertanian, di tingkat pelaku, petani," jelasnya di di Desa Ringin Agung, Magetan, Jawa Timur, Senin (31/3/2014).
Hasilnya, pertanian di Indonesia sudah lama tidak melakukan penelitian untuk meningkatkan kualitas. Alhasil, petani masih harus menggunakan varietas ER 64 yang sudah lama digunakan.
"Terutama memang yang tadi saya tanya terutama varietas. Varietas ER64 itu sudah digunakan berapa tahun? Sudah bertahun-tahun. Harusnya ada varietas-varietas baru yang harus dikembangkan," ungkapnya.
Untuk melakukan perbaikan, Jokowi mengatakan, harus menyelesaikan di tataran Riset and Development (RAD). Ia menambahkan, Indonesia harus banyak belajar dengan Thailand untuk masalah pertanian. Sebab teknologi pertanian di Indonesia tertinggal jauh.
"RAD (Riset and Development) itu memang harus dibandingkan dengan negara tetangga Thailand itu udah kejauhan. Ini yang harus segera. Kita itu terlalu bergantung terhadap pupuk, buktinya kita bergantung pada varietasnya," tegasnya.
Selain itu, Jokowi menilai pemerintah pusat sampai saat ini masih belum serius untuk memberantas mafia pertanian. Karena jika memang memiliki niat, pasti mafia dapat diberantas. Jokowi nilai pemerintah tidak serius memasarkan kerajinan ke luar negeri.

Sumber :
merdeka.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar