Tahun 2013 bisa
dibilang menjadi tahunnya pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja
Purnama (Jokowi-Ahok). Ke mana dan apa saja yang dilakukan duo Gubernur
dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tersebut selalu menjadi sorotan pemburu
berita karena masyarakat menyukainya.
Jokowi-Ahok tidak hanya
dikenal sebagai sosok yang lebih membumi dibanding para pemimpin lain di
negeri ini lantaran mau keluar-masuk berbagai tempat (blusukan) guna berdialog dengan warga, tapi mereka juga dinilai memiliki gebrakan yang lebih menyentuh warga Jakarta.
Beberapa
gebrakan yang dirasa telah menyentuh warga Daerah Khusus Ibukota (DKI)
Jakarta adalah program Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta
Sehat (KJS).
KJP dan KJS merupakan satu dari sekian program
andalan yang dijanjikan Jokowi-Ahok dalam masa kampanyenya pada 2012.
Tujuannya, mereka ingin meringankan beban hidup warga DKI Jakarta,
terutama yang hidup di bawah standar hidup layak.
KJP dibagikan
pada para siswa yang berhak dalam bentuk rekening biaya pendidikan di
Bank DKI senilai Rp240.000 per siswa kurang mampu per bulan.
KJP
pertama kali dibagikan pada 1 Desember 2012 pada 113 sekolah dengan
rincian 15 sekolah negeri dan 98 sekolah swasta. Selama 2012, sebanyak
10.406 KJP telah dibagikan secara lancar.
Namun, di tahun
berikutnya pembagian KJP mengalami kendala keterlambatan. Ahok menilai,
sebagian dana KJP berasal dari hibah dari dana operasional Gubernur dan
Wakil Gubernur DKI Jakarta, padahal idealnya menjadi dana operasional
dari pos anggaran lainnya.
"Sistem keuangan KJP adalah hibah, bukan seperti gaji. Kelemahannya di situ, kita pengennya tiap bulan cair, tapi gak bisa," kata Ahok
Pencairan
KJP tahun 2013 dilakukan dalam dua tahap, Juli dan Desember 2013
senilai Rp843 miliar akibat terlambat, sehingga sempat menimbulkan
beberapa insiden di masyarakat, seperti kericuhan antrean, salah satunya
di Bank DKI Matraman, Jakarta Timur.
Menanggapi kejadian itu,
Ahok menyatakan, sebenarnya tidak perlu terjadi karena KJP bisa diambil
melalui anjungan tunai mandiri (ATM) Bank DKI.
"KJP itu bentuknya
ATM. Jadi bisa diambil di ATM Bank DKI. Itu memang perilaku sebagian
masyarakat. Kalau terus begini, kita mau kasih sanksi tidak mau bagi
lagi," katanya.
Blusukan pantau KJP
Dalam pengawasan penerapan KJP, Jokowi pun ikut turun langsung ke lapangan dengan gaya blusukan-nya, lebih sering berbaju putih lengan panjang di luar celana panjang gelapnya.
Dia mengingatkan para siswa, agar uang KJP digunakan hanya untuk keperluan sekolah.
"Kalau dibelikan kaca mata masih boleh lah, kan itu membantu belajar, tapi jangan dibelikan handphone atau pulsa isi handphone,"
kata mantan Walikota Solo itu saat melakukan inspeksi ke Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) Yapenda di Jakarta Utara pada November 2013.
Adapun Kartu Jakarta Sehat (KJS) diluncurkan Jokowi 10 November 2012 diawali dari dua kelurahan Pademangan Timur dan Tambora.
Hingga
akhir 2012 ada sebanyak 30.000 KJS telah menyentuh warga DKI Jakarta.
Menurut data Dinas Kesehatan DKI Jakarta, hingga Desember 2013, sebanyak
3,3 juta KJS telah didistribusikan. Target peserta KJS sebanyak 4,7
juta.
Dengan menggunakan KJS, warga DKI Jakarta bisa berobat
gratis di seluruh pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan 88 rumah
sakit yang sudah bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI
Jakarta dengan menyertakan surat rujukan dari puskesmas masing-masing.
Meski
demikian, pengamat kesehatan sekaligus direktur dari Yayasan
Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia, Marius Widjajarta, menilai
bahwa sistem rujukan tersebut belum berjalan dengan baik.
"Euforia KJS menyebabkan antrean di puskesmas-puskesmas membludak, sehingga menyebabkan petugas kewalahan," katanya.
Selain masalah sistem rujukan, ia menilai, pengawasan distribusi KJS juga masih perlu diperhatikan lagi.
"KJS
tidak tepat sasaran karena ada kerancuan payung hukum, dalam Peraturan
Daerah (Perda) nomor 4 Tahun 2009 tentang kesehatan masyarakat daerah,
jaminan pemeliharaan kesehatan adalah hak semua warga Jakarta, tapi
tiba-tiba Jokowi mengeluarkan Pergub nomor 14 Tahun 2013 yang menyatakan
bahwa biaya pelayanan kesehatan gratis hanya hak penduduk miskin dan
rentan miskin," ujar Marius.
Namun demikian, warga DKI Jakarta
peserta KJS menanggapi penerapan pelayanan KJS dengan berbagai reaksi.
Bahkan, Armanysah yang mengikuti dengar pendapat dengan Jokowi di Balai
Agung, Balaikota, Maret 2013, menyampaikannya secara lantang.
"Kalau
pakai KJS harus menunggu minimal tiga minggu agar bisa dirawat di rumah
sakit. Pelayanan kurang bagus. Perawatnya tidak optimal. Bahkan,
dokternya tidak pernah pegang pasien," katanya.
Sementara itu,
Sri Astuti dalam forum yang sama justru menyatakan bahwa dirinya
merasakan fasilitas berobat gratis dengan menggunakan KJS.
"Ayah saya dibiayai hingga Rp213 juta," kata Sri yang ayahnya berobat di Rumah Sakit (RS) Royal Progress.
Tahun
2014, duet Jokowi-Ahok akan memasuki tahun kedua bekerja. Di tahun
politik, yang ditandai dengan pemilihan umum legislatif dan pemilihan
umum presiden, agaknya akan membuat sinergi keduanya semakin diuji
dengan berbagai isu panas. Salah satunya, apalagi kalau bukan mengenai
pencalonan Jokowi menjadi Presiden RI periode 2014-2019.
Di awal
kampanyenya, Jokowi-Ahok telah menggulirkan lebih dari 30 janji,
diantaranya adalah KJP dan KJS yang masuk program 100 hari Jokowi-Ahok,
komunikasi langsung dengan publik, reformasi birokrasi, dan transparasi
rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS).
Kemudian, mereka juga janjikan penambahan 1.000 armada bus TransJakarta, melanjutkan proyek mass rapid transit (MRT), pembangunan rumah deret dan rumah susun sewa (rusunawa) lima lantai, dan sejumlah hal lain.
Beberapa
dari janji tersebut telah dipenuhi dan sedang berjalan, sementara
sebagian lagi akan menjadi pekerjaan rumah di 2014 hingga akhir jabatan
mereka pada 2017.
Mewujudkan Jakarta menjadi kota sehat sekaligus
pintar memang tidak mudah, pemerintah dan masyarakat harus bersatu padu
menyamakan visi agar misi itu terwujud.
Ahok mengakui kinerjanya
belum semua maksimal untuk menjadikan Jakarta lebih baik. Dari beberapa
rencananya, beberapa masih belum terlaksana.
"Yah
lumayanlah, soal perumahan sudah lebih stabil, pasar-pasar rakyat sudah
jalan, lalu lintas, normalisasi waduk, hanya memang belum semua, tapi
sedang berjalan," demikian komentar mantan Bupati Belitung Timur itu.
Sumber :
antaranews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar