Selasa, 22 Oktober 2013

LSI Coba Pecah Belah PDI-P

Rilis survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dianggap bermuatan politis. Direktur Political Communication Institute Heri Budianto menilai, LSI tengah menggiring opini publik untuk menguntungkan bakal calon presiden yang diusung Partai Golkar Aburizal Bakrie alias Ical.
"Capres wacana versi LSI itu sangat lucu," kata Heri, saat diskusi Meneropong Independensi Survei Politik, di Jakarta, Selasa ( 22/10/2013 ).
Hal itu dikatakan Heri menyikapi rilis LSI yang mengabaikan dua bakal capres terkuat untuk saat ini, yakni Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto. LSI membuat indeks capres 2014 dengan tiga variabel, yakni capres yang dicalonkan tiga partai terbesar, capres yang menjadi struktur partai, dan capres hasil konvensi Demokrat.
Menurutnya, Jokowi "disingkirkan" karena dianggap saingan terberat dan dipersepsikan hanya sebatas capres wacana. Alasannya, karena Jokowi tidak masuk dalam kepengurusan PDI Perjuangan.
Adapun Prabowo, kata Heri, disingkirkan dengan memakai alasan elektabilitas Partai Gerindra tidak cukup mengusung capres. Menurut LSI, lembaganya melakukan survei dengan hasil elektabilitas Gerindra hanya berada di urutan ke empat dengan angka 6,6 persen.
"Alasan itu sah-sah saja. Tapi jadi aneh, dia (LSI) beda sendiri (dibanding lembaga survei lain). LSI juga mengabaikan koalisi partai. Yang diperhitungkan hanya yang tiga besar," kata Heri.
Selain itu, lembaga survei itu dinilai tengah berupaya memecah internal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Selama ini, kata dia, berbagai lembaga survei menempatkan Jokowi di urutan teratas. Namun, LSI justru mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai kandidat capres PDI-P.
"Dengan adanya survei itu, konsentrasi PDI-P bisa terpecah (menyikapi pilpres). Ini sangat membahayakan bagi partai," kata Heri.
Heri menambahkan, mungkin tidak akan menimbulkan polemik jika hasil survei itu dirilis oleh lembaga survei baru. Namun, kata dia, menjadi masalah ketika LSI yang merilis dengan rekam jejaknya selama ini.
"Hukumannya apa, ya sanksi sosial," katanya.

Sumber :
kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar